Jakarta, tvOnenews.com - Polri tanggapi soal keinginan Richard Eliezer atau Bharada E yang ingin kembali menjadi polisi meski telah terlibat kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Tanggapan itu disampaikan langsung oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo saat wawancara di Media Center Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Minggu (19/02/2023).
"Nunggu jadwal sidang, moga-moga (semoga) minggu ini kita dapat informasi dari Kadiv Propam Polri," kata Irjen Dedi Prasetyo.
"Iya itu semuanya tergantung dari hakim komisi dan kode etik. Berbagai macam pertimbangan dan masukan pasti akan dijadikan referensi bagi tim," katanya.
Richard Eliezer telah divonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakrta Selatan.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Bharada E 12 tahun penjara. Bahkan Bharada E menerima putusan hakim dan tidak mengajukan banding.
Peluang untuk Bharada E
Sebelumnya pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai peluang Richard Eliezer kembali ke Polri sudah tertutup.
Dia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
“Peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana itu sudah tertutup,” ujar Bambang dikutip Antara, Kamis (16/2/2023).
Bambang berpendapat Richard Eliezer harus legowo diberhentikan dari Polri. Apa yang dialami oleh Richard Eliezer merupakan risiko dari seorang bawahan dalam menjalankan perintah atasan.
Dia mengatakan pengalaman Richard Eliezer menjalankan perintah atasannya untuk menembak rekannya sendiri harus menjadi pembelajaran bagi personel Polri lainnya agar meletakkan kepatuhan kepada aturan bukan kepada perintah atasan.
“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri, dalam kondisi bukan perang atau di medan operasi keamanan, agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” jelasnya.
Bambang menyebut sidang etik Richard Eliezer harus segera dilaksanakan setelah vonis hakim diputuskan. Putusan etik merujuk pada PP Nomor 1 Tahun 2003.
Jika Richard Eliezer tidak dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri, maka hal itu dapat menjadi preseden buruk bahwa personel pelaku tindak pidana bisa diterima sebagai anggota Polri dengan alasan sekedar menerima perintah atasan.
Menurut Bambang, Richard Eliezer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun.
Pasalnya, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam Peraturan Kapolri (Perkap).
Sementara itu, dalam tata perundangan, Peraturan Pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.
“Tak ada yang sia-sia. Perjuangan dia akan dicatat dalam sejarah sebagai tumbal atasannya. Itu yang harus ditempuh. Publik harus bisa membedakan empati pada Richard Eliezer sebagai manusia dengan upaya perbaikan institusi Polri,” pungkasnya. (ant/nsi/muu)
Load more