news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ramai Harta Soal Gono-gini Usai Pratama Arhan Ceraikan Azizah Salsha, Ternyata Dalam Islam Hukumnya.
Sumber :
  • Kolase tim tvOnenews

Ramai Harta Soal Gono-gini Usai Pratama Arhan Ceraikan Azizah Salsha, Ternyata Dalam Islam Hukumnya

Pratama Arhan ceraikan Azizah Salsha lalu muncul soal harta gono-gini. Bagaimana hukumnya dalam Islam? Begini penjelasan Buya Yahya ternyata hukumnya itu
Kamis, 28 Agustus 2025 - 17:48 WIB
Reporter:
Editor :

tvOnenews.com – Masih hangat kabar perceraian Pratama Arhan dan Azizah Salsha Indonesia Pratama Arhan, yang kemudian menyangkut soal harta gono-gini. Bagaimana hukumnya dalam Islam? 

Perceraian ini seakan menjadi klimaks dari gosip yang belakangan santer terdengar mengenai keretakan rumah tangga keduanya.

Berdasarkan catatan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Tigaraksa, gugatan cerai Arhan terdaftar sejak 1 Agustus 2025 dengan nomor perkara 4274/Pdt.G/2025/PA.Tgrs. 

Sidang perdana yang digelar pada 11 Agustus dihadiri hanya oleh kuasa hukum Arhan karena Azizah tak datang memenuhi panggilan. 

Proses berjalan cepat, hingga akhirnya majelis hakim mengetok palu pada 25 Agustus 2025. Putusan itu menandai berakhirnya pernikahan yang dulu digelar khidmat di Masjid Indonesia Tokyo, Jepang, pada 20 Agustus 2023, disaksikan tokoh penting seperti Erick Thohir dan Sufmi Dasco Ahmad.

Hak-Hak Istri Pasca Perceraian Menurut Islam

Meski ikatan pernikahan berakhir, Islam tetap mengatur dengan jelas hak-hak seorang istri agar tidak terabaikan setelah perceraian. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 241, Allah menegaskan:

“Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ayat ini menjadi landasan bahwa suami wajib memberikan nafkah mut’ah, yakni bentuk penghargaan berupa materi atau barang, sesuai kemampuan. 

Selain itu, mantan suami juga berkewajiban menanggung nafkah iddah, yaitu kebutuhan dasar selama masa tunggu. Masa iddah biasanya berlangsung tiga kali masa suci bagi perempuan yang masih haid, atau tiga bulan bagi yang tidak lagi haid.

Selain hak nafkah, Islam juga menekankan tanggung jawab terhadap anak hasil pernikahan. Mantan suami tetap berkewajiban menyediakan nafkah bagi anak, mencakup pendidikan, kesehatan, makanan, hingga tempat tinggal yang layak. Seperti ditegaskan para ulama, tidak ada istilah "mantan ayah" atau "mantan anak" dalam hukum keluarga Islam.

Hak Asuh Anak

Masalah hak asuh atau hadhanah menjadi bagian krusial dalam perceraian. Islam mengatur bahwa anak yang masih kecil atau di bawah tujuh tahun umumnya berada di bawah asuhan ibu. 

Namun, jika anak telah beranjak dewasa atau mencapai usia mumayyiz, hak asuh bisa dialihkan ke ayah. Keputusan akhir tetap ditentukan oleh pengadilan agama dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi tumbuh kembang anak.

Hukum Harta Gono-Gini dalam Islam

Selain nafkah dan hak asuh anak, isu harta gono-gini kerap menjadi perdebatan panas pasca perceraian. 

Dalam hukum negara, harta bersama yang diperoleh selama pernikahan dianggap sebagai milik berdua dan dapat dibagi secara adil melalui jalur pengadilan. Namun, perspektif Islam memiliki pemahaman berbeda.

Ulama kharismatik, Buya Yahya, menegaskan tidak ada konsep harta gono-gini dalam Islam. Dalam penjelasannya yang dikutip dari kanal Al-Bahjah TV, beliau mengatakan:

“Seorang istri yang punya harta, selamanya itu miliknya. Harta suami, harta suami. Harta istri, harta istri. Hanya dalam bahasa rayuan saja disebut harta bersama, tapi sebenarnya hak itu sudah jelas.”

Buya Yahya mencontohkan, jika seorang istri memperoleh warisan dari orang tuanya, maka harta tersebut tetap miliknya, tidak otomatis menjadi milik suami. Begitu pun sebaliknya, harta suami adalah miliknya sendiri.

Namun, beliau juga menjelaskan bahwa jika dalam rumah tangga ada proyek atau kerja sama nyata yang dilakukan berdua, maka hasilnya bisa dianggap sebagai “damai suluh”, yakni dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing.

“Kalau kasusnya seperti rumah tangga sedang membangun rumah bersama lalu bercerai, tentu tidak adil kalau hanya salah satu pihak yang mengambil hasilnya. Karena itu, pembagian harus proporsional sesuai jerih payah masing-masing,” ujarnya.

Jalan Tengah: Hukum Agama dan Hukum Negara

Perbedaan pandangan antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia seringkali menimbulkan kebingungan. 

Di satu sisi, hukum negara mengatur bahwa semua harta yang diperoleh selama pernikahan dianggap milik bersama. Di sisi lain, Islam menekankan pemisahan kepemilikan harta suami-istri.

Karena itu, ulama menyarankan agar pasangan yang bercerai menyelesaikan urusan harta secara damai. Jika sulit mencapai kesepakatan, jalur pengadilan bisa menjadi pilihan agar pembagiannya jelas dan sesuai aturan hukum yang berlaku.

Perceraian Pratama Arhan dan Azizah Salsha menjadi pengingat bahwa konflik rumah tangga tak hanya berdampak emosional, tetapi juga menyangkut persoalan hukum, termasuk hak-hak istri, anak, hingga masalah harta. Kasus ini bukan sekadar gosip selebriti, melainkan membuka ruang diskusi publik mengenai pentingnya pemahaman hukum Islam dan hukum negara dalam perceraian.

Sebagaimana pesan Buya Yahya, “Jika hubungan suami istri dimulai dengan baik, maka pisahnya pun harus dengan baik. Jangan sampai perceraian menambah luka hanya karena perebutan harta.” (udn)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

01:57
05:13
01:33
01:21
02:44
01:40

Viral