- ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Kini Dipuji KNVB Bikin Timnas Indonesia Berbahaya, Erick Thohir Ternyata dari Keturunan Penyebar Agama yang Bukan Sembarangan
Lebih lanjut, Abah Haji Li menyebutkan sang pangeran beristirahat sebentar bahkan menetap di tepi sebuah sungai bersama pasukannya.
Saat Pangeran Ariya menetap, secara kebetulan meminang seorang gadis asli dari penduduk wilayah tersebut. Pernikahannya itu sebenarnya memiliki maksud dan tujuan.
"Tujuannya agar keturunan daerah tersebut memiliki ‘jejeg’ Banten, alias darah Banten," ucapnya.
Tempat tersebut kebetulan merupakan wilayahnya Pangeran Menggala, bahkan tokoh ternama itu masih mempunyai darah keturunan dari Banten.
Setelah menetap dan menikahi seorang gadis, Pangeran Ariya kembali bergerak bersama pasukannya ketika berada di wilayah Gunung Sugih.
Sementara, Ketua Umum DPP Generasi Muda Mathla'ul Anwar Ahmad Nawawi turut menginformasikan Pangeran Ariya sampai melakukan perjalanan ke Palembang, Sumatera Selatan.
"Karena itu, nama Ariya Dhillah juga akrab dan dihormati oleh masyarakat Sumatera Selatan," ungkap Ketum DPP Generasi Muda Mathla'ul Anwar Ahmad Nawawi.
Ketua Umum PB Mathla’ul Anwar Embay Mulya Syarif menyampaikan hal ini ketika dirinya dan Kenadziran Kesultanan Banten KH TB Syadeli menemani Erick Thohir yang sekaligus mengisahkan silsilah keluarganya pada momentum sebelum shalat Jumat.
"Bapak saya Lampung, ada Bugisnya. Lalu, Ibu dari Majalengka," ngaku Erick Thohir.
Meski begitu, Sekretaris Jenderal Dewan Pembina Kasepuhan Kenadziran Kesultanan Banten, H. Tubagus M Hasan Fuad tidak serta merta mempercayai kisah tersebut.
Persoalan nasab, kata Fuad, harus membutuhkan informasi yang kuat bahkan benar-benar memperoleh validasi terkait asal-usul keluarga Erick.
"Bila dilihat dari zaman sekarang, Pak Erick keturunan ketiga belas atau keempat belas," tegas Fuad.
Fuad juga kebetulan memahami seputar Kesultanan Banten. Bagi mereka memiliki keturunan tersebut, minimal mempunyai gelar "tubagus, entol, ratu, dan mas. Gelar-gelar ini sejatinya tidak asing karena telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Namun, di era kolonial banyak keturunan asli sultan melepas gelar dari namanya untuk menghindari permusuhan dengan Belanda," jelas Fuad.
"Ada yang mirip Arab. Ada yang mirip Sunda. Ada pula yang ketiganya," sambung Sekretaris Jenderal Dewan Pembina Kasepuhan Kenadziran Kesultanan Banten itu.