- YouTube Buya Yahya
Sudah Ada Orang Duduk di Masjid, Lalu Diusir karena Ada Pejabat Hukumnya Bagaimana? Hati-hati, Buya Yahya Bilang Itu Shaf Shalat Itu...
tvOnenews.com - Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan sebuah video yang memperlihatkan pejabat menghadiri shalat Jumat di sebuah masjid.
Kedatangannya menjadi sorotan karena ajudan yang menyertainya meminta jamaah yang sudah duduk di shaf depan untuk bergeser, memberikan tempat bagi pejabat.
Video tersebut pertama kali diunggah oleh akun TikTok @suhud262626 dan kemudian menyebar luas di berbagai platform media sosial.
Dalam rekaman itu, terlihat pejabat yang baru tiba langsung menuju shaf depan, sementara beberapa anggota ajudannya meminta jamaah yang sudah duduk untuk pindah.
Tindakan ini memicu perdebatan di kalangan netizen. Beberapa memahami prosedur pengamanan VVIP, sementara yang lain mengkritik tindakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi di rumah ibadah.
Menanggapi kejadian ini, Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, memberikan pandangannya.
Bagaimana hukumnya mengusir jamaah yang sudah datang dan mengisi shaf utama demi pejabat?
Menurut Buya Yahya, mengusir jamaah yang sudah duduk di shaf depan demi memberikan tempat kepada pejabat adalah tindakan yang haram.
Ia menegaskan bahwa dalam Islam, semua jamaah memiliki hak yang sama di masjid, tanpa memandang status sosial atau jabatan.
Buya Yahya menjelaskan bahwa memesan atau membooking shaf pertama hukumnya makruh, namun mengusir orang yang sudah duduk di shaf tersebut hukumnya haram.
"Membooking atau memesan shaf pertama di masjid itu hukumnya makruh. Makruh itu bukan sebuah kebaikan. Ini berbicara hanya untuk tempat shalat karena ada bentuk shaf," kata Buya Yahya dilansir dari kanal Youtube pribadinya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menekankan pentingnya kesetaraan di dalam masjid.
"Karena shalat berjamaah ini juga punya makna, maknanya kebersamaan. Makna tidak membedakan biarpun dia adalah kuli bangunan, dia dekat kepada Allah karena lebih awal shaf pertama, presidennya di belakang shalat, makruh," ujar Buya.
Ia menyatakan bahwa masjid adalah tempat yang demokratis, di mana siapa pun yang datang lebih awal berhak mendapatkan tempat di shaf depan.
Kedatangan pejabat seharusnya tidak mengganggu hak jamaah lain yang sudah lebih dulu hadir. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa di hadapan Allah, semua manusia memiliki kedudukan yang sama.
"Yang haram adalah mengusir orang atau melompati orangnya untuk menggeser orang lain. Jadi kalo geser orang itu, minggir sana, saya disitu," tambahnya.
Kejadian ini memicu diskusi lebih luas tentang etika dan adab di dalam masjid, terutama terkait dengan perlakuan terhadap individu berdasarkan status sosial.
Banyak yang berpendapat bahwa pejabat atau individu dengan status tinggi seharusnya memberikan contoh dengan tidak meminta perlakuan istimewa di tempat ibadah.
"Wah ini haram. Kalau sudah ada orang duduk gara-gara ada orang pejabat datang lalu dia diusir. Haram," tegas Buya Yahya.
Sebaliknya, mereka diharapkan menunjukkan kerendahan hati dan menghormati hak jamaah lain.
Dalam konteks pengamanan, memang ada prosedur tertentu yang harus diikuti untuk memastikan keselamatan pejabat negara.
Namun, penting untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pengamanan dan penghormatan terhadap adab serta hak jamaah di masjid.
Pendekatan yang lebih bijaksana dan sensitif terhadap norma-norma keagamaan dan sosial diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Sebagai refleksi, kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami dan menerapkan nilai-nilai kesetaraan, penghormatan, dan kerendahan hati dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat ibadah.
Semua pihak, baik jamaah biasa maupun pejabat, diharapkan dapat menjaga adab dan etika, sehingga masjid tetap menjadi tempat yang damai dan inklusif bagi semua. (udn)