- dok.ilustrasi freepik
Tafsir Surah An-Nisa 125, Tiga Tingkatan Umat Muslim yang Taat pada Allah SWT, Kamu Masuk Kategori Apa?
Jakarta, tvOnenews.com-- Sebagai umat muslim sudah seharusnya mematuhi segala perintah dan aturan Allah SWT.
Pada ayat ini, dapat dipahami bahwa ada tiga macam ukuran yang dapat dijadikan, dasar untuk menentukan tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT.
Berikut lafal ayat 125 Surah An-Nisa, dikutip dari Quran Kementerian Agama (Kemenag):
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا
Wa man aḥsanu dīnam mimman aslama wajhahū lillāhi wa huwa muḥsinuw wattaba‘a millata ibrāhīma ḥanīfā(n), wattakhażallāhu ibrāhīma khalīlā(n).
Artinya: "Siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang memasrahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia muhsin (orang yang berbuat kebaikan) dan mengikuti agama Ibrahim yang hanif? Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih(-Nya)."
Dalam tafsir Tahlili, dijelaskan:
Tidak ada seorang pun yang lebih baik agamanya dari orang yang melakukan ketaatan dan ketundukannya kepada Allah, ia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat ini, dipahami ada tiga macam ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan ketinggian suatu agama dan keadaan pemeluknya, yaitu:
1. Menyerahkan diri hanya kepada Allah,
2. Berbuat kebaikan, dan
3. Mengikuti agama Ibrahim yang ḥanīf.
Seseorang dikatakan menyerahkan diri kepada Allah, jika ia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya serta seluruh kehidupannya hanya kepada Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena itu hanya berdoa, memohon, meminta pertolongan dan merasa dirinya terikat hanya kepada Allah saja.
Ia langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada sesuatu pun yang menghalanginya. Untuk mencapai yang demikian seseorang harus mengetahui, dan mempelajari sunah Rasul dan sunatullāh berlaku di alam ini, kemudian diamalkannya karena semata-mata mencari keridaan Allah.
Jika seseorang benar-benar menyerahkan diri kepada Allah, maka ia akan melihat dan merasakan sesuatu pada waktu melaksanakan ibadahnya, sebagaimana yang dilukiskan Rasulullah saw:
قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلاِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ الله َكَأَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ (رواه البخاري عن أبي هريرة)
Jibril bertanya ya Rasulullah, “Apakah ihsan itu?” Rasulullah saw menjawab, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” (Riwayat al-Bukhārī dari Abu Hurairah).
Mengerjakan kebaikan adalah manifestasi dari pada berserah diri kepada Allah. Makin sempurna penyerahan diri seseorang, makin baik dan sempurna pula amal yang dikerjakannya. Di samping mengerjakan yang diwajibkan, seseorang sebaiknya melengkapi dengan yang sunah dengan sempurna, sesuai dengan kesanggupannya.
Mengerjakan kebaikan adalah manifestasi dari pada berserah diri kepada Allah. Makin sempurna penyerahan diri seseorang, makin baik dan sempurna pula amal yang dikerjakannya.
Di samping mengerjakan yang diwajibkan, seseorang sebaiknya melengkapi dengan yang sunah dengan sempurna, sesuai dengan kesanggupannya.
Mengikuti agama Ibrahim yang ḥanīf ialah mengikuti agama Ibrahim yang lurus yang percaya kepada keesaan Allah, yaitu kepercayaan yang benar dan lurus. Allah berfirman:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖٓ اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ ٢٦ اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِنَّهٗ سَيَهْدِيْنِ ٢٧ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً ۢ بَاقِيَةً فِيْ عَقِبِهٖ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَۗ ٢٨
(26) Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ”Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,(27) kecuali (kamu menyembah) Allah yang menciptakanku; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (28) Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu). (az-Zukhruf/43:26-28). (klw)
waallahualam