news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Bissu Puang Lolo Juleha tengah mempersiapkan upacara adat "Mappalili" sebelum turun sawah.
Sumber :
  • ANTARA

Komunitas Bissu, Tradisi Adat Era Pra-Islam yang Terus Bertahan dalam Dunia Bugis,: dari Perubahan Ritual hingga Naik Haji

Tradisi pra-Islam Bissu terus bertahan dalam budaya Bugis. Kenapa Bissu bisa melintasi zaman? salah satunya karena bisa beradaptasi dengan masa Islam: tokoh tokoh Bissu naik haji.
Rabu, 21 Februari 2024 - 04:30 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Peneliti Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban BRIN Syamsurijal mengatakan tokoh spiritual Bugis kuno bissu memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa karena bisa bertahan dari era pra-Islam hingga sekarang.

"Salah satu yang membuat bissu bisa bertahan sampai sekarang adalah karena kemampuan adaptasinya," kata Syamsurijal dalam diskusi bertajuk Trans People Naik Haji: Sejarah dan Tradisi Keberagaman Bissu dan Calabai yang dipantau di Jakarta, Selasa.

 Kosmologis dalam budaya Bugis melahirkan pluralisme gender. Agama Bugis kuno mengenal lima gender, yaitu oroane (laki-laki), makkunrai (perempuan), calalai (perempuan maskulin), calabai (laki-laki feminim), dan bissu.

 Bissu adalah tennia uruwane tenniato makkunrai yang artinya bukan laki-laki atau perempuan melainkan gabungan dari uruwanemakkunraicalabai, dan calalai, atau gabungan kelima jenis kelamin Bugis.

 Syamsurijal menuturkan bissu ada sebelum kedatangan agama-agama besar di Sulawesi Selatan, yakni Islam, Kristen, dan Hindu.

 Dalam sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan, La Galigobissu turun pertama kali bersamaan dengan manusia pertama.

 Dunia Bugis dibagi tiga, yakni dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah.
"Bissu turun bersama batara guru ke dunia tengah. Mengapa dia diturunkan? karena bissu yang mengerti bahasa turilangi atau bahasa Bugis dewata, sehingga ketika ingin melakukan ritual yang bisa menyambungkan antara masyarakat manusia yang ada di dunia tengah dengan dewa di kayangan hanya bissu yang bisa berbahasa turilangi tersebut," kata Syamsurijal.

 

Ketika masa pra-Islam, imbuhnya, tugas bissu lebih dominan ke hal-hal yang bersifat spiritualitas. Ketika gendang ditabuh, itu adalah waktu ritual. Mereka melakukan ritual hampir setiap hari.

 

Pada masa kerjaan pra-Islam, hidup bissu ditanggung oleh kerajaan. Bissu tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya duniawi, namun sekarang mereka menjadi perias pengantin, salon, dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

 

"Tugas bissu adalah melakukan ritual, sehingga kerajaan bisa diselamatkan dan juga menjaga barang pusaka. Posisi bissu dalam spiritualitas Bugis kuno sangat penting karena dia menjadi penyambung hubungan antara manusia dunia tengah dengan para dewa yang berada di kayangan," kata Syamsurijal.

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral