- Perpustakaan Bung Hatta
Mohammad Hatta, Bersatunya Keislaman dan Keindonesiaan dalam Satu Tarikan Nafas
Menurut Faisal Basyir, cucu Syekh Djambek, menyitir cerita dari ayah dan kekeknya, Hatta sangat tekun mengaji. Otaknya cemerlang. Sangat cepat menyerap apapun yang diajarkan Syekh Djambek. Kebiasaan Hatta setiap habis belajar di Europeesche Lagere School (ELS). Hanya sedikit kelemahan Hatta, ia tak pandai melagukan Al Quran.
Pada Majalah Tempo Edisi 100 Tahun Bung Hatta, Nurcholis Madjid, pembaharu Islam, sebagai tokoh bangsa Bung Hatta lebih mirip sebagai seorang sufi. Meski memiliki kedalaman pikiran, sosoknya sangat tulus, ikhlas dan sederhana. Hal yang unik dari Hatta, ia berkembang menjadi pribadi yang sepenuhnya modern, namun tak meninggalkan perilaku yang saleh.
Saat menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond saat bersekolah di MULO di Padang, ia kembali mendapatkan bimbingan agama dari Haji Abdullah Ahmad.
Deliar Noer, penulis Biografi Mohammad Hatta, Biografi Politik mengisahkan bagaimana Hatta sangat aktif mengikuti ceramah agama dan pertemuan politik di Padang yang diadakan tokoh politik Sutan Ali Said. Terutama jika ada tokoh pergerakan Sarekat Islam dari Jakarta, seperti Abdoel Moies Hatta selalu hadir.
Hatta bisa lebih leluasa mengembangkan pemikirannya di banyak bidang, termasuk keagamaan justru ketika dalam pengasingan Belanda di Pulau Banda (11 Februari 1936-25 Maret 1938). Hatta dan Sjahrir (kelak menjadi Perdana Menteri) tinggal menyewa rumah besar milik seorang perkenier atau pengawas perkebunan di kawasan tempat tinggal keturunan Belanda. Selain peranakan Eropa, warga Banda kebanyakan adalah keturunan Arab.
Banda yang dipenuhi pohon pohon Johar yang besar dan tua kerap disebut sebagai “Klein Europeesch Stad (kota Eropa yang indah) agaknya menyegarkan pemikiran Hatta. Di sini ia menuangkan pemikiran secara teratur. Ia selalu bangun sebelum fajar untuk menjalankan shalat subuh. Setelahnya ia melanjutkan membaca sambil ngopi tubruk. Setelahnya ia akan membangunkan Sjahrir yang terbiasa tidur siang.
Ia akan bercakap cakap dengan Sjahrir pada pagi hari, pukul 07-08 pagi. Jelang sholat zuhur, ia kembali mambaca atau menulis untuk surat kabar Pemandangan atau Batavia. Setelah shalat, ia tidur siang, baru selepas ashar ia akan menyusuri kebun pala atau pantai.