- freepik
Simak Kisah Saat Nabi Ismail Dikurbankan
Jakarta, tvOnenews - Hari Raya Idul Adha identik dengan hari berkurban. Hal ini berawal dari kisah Nabi Ismail adalah putra dari Nabi Ibrahim yang dilahirkan dari salah satu istri beliau yang bernama Siti Hajar.
Menyembelih hewan kurban saat Idul adha hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal, dan mampu. Sementara, sejarah penyembelihan hewan kurban, berasal dari kisah Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail.
Saat itu, Allah SWT hendak menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan perintah menyembelih putra kesayangannya yakni Nabi Ismail.
Padahal, Nabi Ibrahim telah lama menginginkan kelahiran seorang anak. Namun, karena Nabi Ibrahim merupakan seorang hamba yang patuh, maka ia tetap menaati perintah Allah SWT.
Ilustrasi (pexels)
Dikisahkan bahwa setelah meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail di Makkah, Nabi Ibrahim secara rutin mengunjungi Makkah demi mengobati rasa rindunya kepada anak pertamanya itu.
Kemudian saat Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Nabi Ismail.
Dikutip dari laman resmi NU mengenai kisah Nabi Ismail dan Sunnah berkurban, diinformasikan bahwa saat perintah penyembelihan itu datang, ada dua versi yang menjelaskan umur dari Nabi Ismail.
“Nabi Ismail berumur tujuh tahun, ada juga yang mengatakan berumur 13 tahun, sebagaimana dijelaskan Syekh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Tafsir A-Munir.”
Nabi Ibrahim bersedih memikirkan harus menyembelih anak yang telah ia nanti selama puluhan tahun itu. Namun sebagai seorang Nabi, ia harus menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah.
Tapi seperti diketahui, mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah SWT. Maka perintah yang diterimanya dalam mimpi Nabi Ibrahim haruslah ia laksanakan.
Nabi Ibrahim saat itu sangat bingung dalam menyikapi mimpinya. Ia tidak lantas membenarkan, namun tidak pula mengingkari.
Nabi Ibrahim kemudian merenung beberapa kali dan memohon kepada Allah untuk memberi petunjuk yang benar kepada-Nya. Setelah malam yang sangat membingungkan itu selesai, ternyata malam kedua juga datang kepadanya mimpi yang sama, begitupun dengan malam ketiga. Setelah mimpinya yang ketiga, barulah Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan, bahwa mimpi itu benar-benar nyata dan harus dilaksanakan.
Kemudian, Nabi Ibrahim menyampaikan mimpi itu kepada Nabi Ismail. Karena Nabi Ismail adalah anak yang soleh dan taat kepada Allah serta bakti kepada orang tuanya, maka Nabi Ismail ikhlas untuk disembelih oleh ayahnya. Kisah ini tercantum dalam surat As Saffat ayat 102:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “ Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dengan izin Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” (QS As Saffat: 102).
Sementara menurut Syekh Muhammad Sayyid Ath-Thanthawi, Tafsir Al-Wasith, dikatakan Nabi Ismail berpesan beberapa hal kepada ayahnya, sebelum ia disembelih.
“Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatlah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Apabila engkau telah kembali maka sampaikanlah salam (kasih)ku kepadanya.”
Dikisahkan juga, setelah mendengar perkataan anaknya yang ikhlas itu, kemudian Nabi Ibrahim memeluk serta mencium pipi Nabi Ismail seraya seraya berkata:
“Bahagialah aku mempunyai seorang putra yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah.”
Saat waktu penyembelihan tiba, kedua tangan dan kaki Nabi Ismail diikat, dan dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu Nabi Ibrahim mengambil golok yang tajam. Namun golok yang sudah sangat tajam itu tiba-tiba menjadi tumpul di leher Nabi Ismail.
Kejadian tersebut merupakan satu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pengorbanan dari Nabi Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih putranya, datanglah wahyu Allah dengan firmannya:
“Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (Surat As-Saffat ayat 104-108).
Menurut Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim, kambing yang digunakan sebagai ganti dari penyembelihan tersebut merupakan sembelihan yang agung (dzibhul azhim), karena sebenarnya, kambing itu merupakan kurban Habil yang diangkat ke langit, saat Allah memerintahkannya untuk melaksanakan kurban, lalu digembalakan di surga untuk waktu yang sangat lama.
Itulah asal permulaan sunnah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam saat hari raya Idul Adha.
Wallahua’lam
(put)