- (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Menengok Kisah Masjid Merah di Kota Cirebon, Masjid yang Dibangun 1480 Ini Masih Tampak Keasliannya
Cirebon, tvOnenews.com - Menengok Masjid Merah Kota Cirebon, Jawa Barat yang sudah berusia ratusan tahun.
Kota Cirebon menjadi salah satu kota yang terbangun dari keberhasilan akulturasi berbagai budaya.
Kota ini, memiliki satu kisah menarik yang mungkin jarang didengar oleh anak-anak pada masa kini.
Yaitu kisah si Masjid Merah. Masjid yang terletak di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Masjid Merah didirikan pada tahun 1480 oleh Syarif Abdurakhman atau Pangeran Panjunan, seorang tokoh penyiar agama Islam dan pedagang tanah liat yang andal.
Daerah itu dahulu merupakan tempat tinggal masyarakat bangsa Arab yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang.
Dikarenakan lalu lalangnya yang padat, masyarakat membutuhkan sebuah tempat untuk beribadah bersama.
Hal ini mendorong hati Pangeran Panjunan untuk kemudian mendirikan masjid yang seluruh bangunannya dibangun dari bata merah, setelah mendapatkan izin dari Sunan Gunung Jati.
Menurut Pengurus Masjid Merah, Muhammad Irfan, warna merah dipilih Sang Pangeran sebagai lambang keberanian umat islam untuk selalu mengatakan kejujuran.
Pemandangannya amat indah karena langsung bisa melihat laut yang dekat pelabuhan, ditemani dengan hempasan angin sepoi-sepoi.
Namun setelah pemukiman bercampur dengan penduduk lokal, pemandangan yang akan menyambut kita adalah perumahan penduduk setempat bergaya mur ala ketimuran yang dikelilingi oleh toko-toko yang berjualan barang elektronik.
Tepat di gang sebelah kanan pengunjung juga bisa memanjakan lidah bersama Mi Koclok Panjunan dengan kuah putihnya yang kental nan gurih.
Arsitektur yang otentik
Sebagai masjid tertua kedua di Cirebon setelah Tajug Pejlagrahan, arsitektur dari Masjid Merah mempunyai ciri khas perpaduan agama Islam, Hindu dan Buddha. Sementara perpaduan budaya lain yang dapat ditemukan berasal dari Jawa, Arab, dan China.
Masjid yang dibangun dari bata merah dan tanah itu mempunyai ukuran bangunan yang tak begitu lebar.
Pengunjung yang datang akan disambut oleh dua gapura yang masing-masing punya ukiran yang berbeda dan atap layaknya kuncup yang menyerupai mahkota raja di Indonesia pada zaman dulu.