- Tim tvOne - Teguh Joko Sutrisno
Kue Wingko, Asalnya dari Babat Populernya di Semarang
Semarang, Jawa Tengah - Mereka yang melancong ke Kota Semarang tahu betul apa yang mesti dibeli untuk oleh-oleh. Kalau bukan bandeng, tahu bakso, atau lunpia, ya tentu saja wingko.
Tapi tahukah kalian wahai pemanja lidah, yang wingko itu meski sangat sangat identik dengan kuliner Semarang, tapi awal mulanya disebut berasal dari daerah Babat, sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Jadi ceritanya, waktu itu transportasi kereta api Semarang - Surabaya sangat diminati. Penumpangnya banyak, dan kereta jurusan itu akan melewati dan stop di Stasiun Babat. Nah, di sini para pedagang pada naik kereta untuk menawarkan wingko sebagai makanan cemilan selama perjalanan.
Bahkan ada juga pedagang yang ikut naik sampai Semarang untuk menjajakannya. Perlu dicatat ya, jaman itu kereta api bebas-bebas saja orang naik. Bisa beli karcis di loket, bisa juga bayar di dalam kereta. Atau yang bandel, kucing-kucingan sama kondektur. Beda dengan jaman sekarang, jika tak punya tiket, untuk masuk peron pun tidak bisa. Dari para pedagang asal Babat itulah maka kemudian wingko dikenal sampai Semarang.
"Kalau dari cerita orang tua saya dulu, memang asal mulanya dari Babat. Dibawa sama pedagang yang naik kereta dan ditawarkan ke penumpang sampai Semarang, lalu dikembangkan di sini," kata Djoenaedi, pembuat wingko yang membuka toko di jalan Cendrawasih kawasan heritage Kota Lama Semarang
Seiring waktu, ada pembuat makanan di Semarang yang jeli melihat peluang. Kemudian membuat wingko dan memodifikasinya dengan ukuran yang lebih kecil dan cocok sebagai kudapan. Beda dengan wingko asli Babat yang ukurannya selebar piring.
"Kan jaman itu wingko dari babat besar-besar, harus motong kalau mau dimakan, lalu di Semarang dulu itu, di tahun 74, orang bikin wingko yang kecil-kecil, lebih praktis," jelas . Djoenaedi yang akrab disapa Pak Joen tersebut.
Wingko Semarang pun cepat populer karena mudah dibawa dan tentu saja harganya lebih murah. Dan orang pun cepat mengingat karena bungkus wingko Semarang diberi cap gambar kereta api dan sejenisnya. Ibaratnya, belum naik kereta api kalau tidak bawa wingko.
"Ya karena waktu itu wingko dijual di stasiun kereta kan ya, jadi pada bikin bungkusnya itu gambar beberapa model kereta api," ungkap Pak Joen.
Wingko pun semakin populer dan kini menjadi oleh-oleh khas Kota Semarang. Para pembuatnya pun terus berinovasi sehingga wingko kini hadir dengan bermacam ukuran dan rasa. Dari rasa original, hingga rasa durian, coklat, pandan, keju, dan nangka.
Menurut salah satu pembuat dan penjual wingko di kawasan oleh-oleh jalan Pandanaran, penambahan rasa dilakukan untuk mengikuti perkembangan jaman.
"Kita harus inovasi terus ya. Karena penikmat kuliner kan generasinya terus berubah. Sehingga anak jaman sekarang bisa punya banyak pilihan, tidak melulu rasa original tapi ada juga rasa yang sesuai dengan selera. Dan inovasi itu diterima dengan baik dan banyak yang beli," kata Arif, salah satu pembuat dan penjual wingko di jalan Pandanaran Semarang.
Tekstur wingko yang kenyal memang nyaman saat dikunyah. Perpaduan tepung ketan sebagai bahan utamanya dengan kepala parut, gula, garam, serta alas daun pisang saat memanggang, membuat wingko berasa manis dengan aroma harumnya yang khas.
Di Kota Semarang, Wingko gampang sekali diperoleh. Selain di pusat jajanan Jalan Pandanaran, wingko juga dijual di pertokoan dekat stasiun, agen bus, pusat perbelanjaan, tempat wisata, kawasan Kota Lama, hingga di toko online. Harganya beragam tergantung ukuran.
"Kalau kita jual sekarang ini, 25 ribu rupiah per tas isi 20 untuk rasa original kelapa. Kalau yang rasa buah asli harganya 30 ribu," kata Joenaedi.
Monggo gaes, dicoba wingkonya. (Teguh Joko Sutrisno/Buz)