- Tim tvOne - Sonik Jatmiko
Napak Tilas Sejarah Lewat Jelajah Sekolah di Purwokerto
Banyumas, Jawa Tengah - Komunitas pelestari sejarah, Banjoemas History and Heritage Community (BHHC) menggelar program Jelajah 'Jejak Sejarah Sekolah #1', Sabtu (26/11/2022). Dalam program yang menjadi rangkaian dari peringatan ulang tahun BHHC ke-11 tersebut, belasan peserta jelajah mengunjungi sejumlah objek cagar budaya, seperti Gedung Bakorwil III, SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 5, dan kompleks yayasan sekolah Bruderan.
Di wilayah Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, bangunan-bangunan itu masih kokoh berdiri dan cukup terawat. Gedung-gedung tersebut merupakan peninggalan sejarah masa Hindia Belanda.
Keberadaan gedung-gedung ini, menjadi penanda perkembangan Purwokerto sebagai sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan. Salah satunya adalah gedung SMA Negeri 5 Purwokerto yang berlokasi di Jalan Gereja nomor 20 Purwokerto. Sekitar tahun 1922 lalu, gedung ini difungsikan sebagai Kwekschool dan Normalschool.
Bila dilihat sepintas, gedung SMAN 5 Purwokerto identik dengan bangunan arsitektur Eropa abad ke-19. Jendela-jendela tinggi dan lebar, lorong-lorong panjang yang menyatukan antargedung menjadi ciri khas kompleks sekolah tersebut.
"Kwekschool dengan masa pendidikan 3 tahun dan Normalschool dengan masa pendidikan 5 tahun merupakan sekolah setingkat SMP. SMA Negeri 5 masih merawat bangunan dengan lumayan baik bangunan bersejarah ini, namun bagian utara yang masuk ke dalam lingkungan SMP Negeri 3 Purwokerto telah habis total menjadi bangunan baru. Ini sangat disayangkan," terang founder BHHC, Jatmiko Wicaksono.
Menurut penuturannya, sekolah ini didirikan oleh Belanda untuk mendidik calon guru bantu dan guru sekolah dasar dari kalangan pribumi. Merekalah yang kelak akan melahirkan para pemikir Indonesia.
Jatmiko melanjutkan, sejarah pendidikan di Kota Purwokerto erat hubungannya dengan politik etis yang pernah diberlakukan pemerintah Hindia Belanda, sebagai konsekuensi dari penerapan tanam paksa. Kebijakan itu muncul dan diterapkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch setelah perang Diponegoro yang membuat Belanda hampir bangkrut.
Purwokerto kala itu menjadi kota baru yang terkoneksi dengan jalur kereta api Lembah Serayu pada tahun 1896.
Tidak seperti sekolah-sekolah untuk orang Eropa, pembangunan sekolah atas untuk pribumi baru dimulai pada tahun 1920an.
"Sekolah-sekolah masa Hindia Belanda itu ada SMA Negeri 2 yang dahulunya Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau Sekolah Menengah Pertama Purwokerto, Kweekschool atau Noormalschool yang lahannya menjadi tiga bagian, yaitu SMPN 2, SMAN 5 dan SMPN 3 Purwokerto dan kompleks HCS Bruderan yang tidak hanya memiliki sejarah pendidikan, namun pernah menjadi kompleks internir untuk warga Tionghoa pada masa Jepang," pungkasnya. (sjo/ard)