- ChatGPT
Benarkah Obat Diabetes Bikin Nafsu Makan Naik dan Berat Badan Bertambah? Dokter Jelaskan Faktanya
tvOnenews.com - Banyak penderita diabetes yang mengeluhkan efek samping obat, salah satunya adalah rasa lapar yang meningkat dan berat badan yang bertambah.
Tak sedikit pula yang merasa bingung karena niat awal minum obat untuk menurunkan kadar gula darah justru diikuti dengan kenaikan berat badan. Lalu, benarkah obat diabetes memang bisa bikin gemuk?
Dalam tayangan YouTube Good Talk TV, dr. Hans Tandra, seorang dokter spesialis penyakit dalam sekaligus edukator kesehatan, memberikan penjelasan detail mengenai hal ini.
Ia menyebut bahwa anggapan obat diabetes bisa membuat seseorang lapar terus dan bertambah gemuk memang ada benarnya, tergantung pada jenis obat yang dikonsumsi dan kondisi pasien.
"Obat diabetes bikin lapar terus dan gemuk, ada benarnya ya. Kita tahu orang gemuk itu gampang diabetes, apalagi kalau lingkar perut berlebihan. Jadi, orang gemuk itu gampang diabetes. Begitu Anda gemuk, hati-hati, prediabetes sudah mengintip di ambang pintu,” ujar dr. Hans.
Ia juga menyinggung data dari WHO yang menyebutkan bahwa lebih banyak orang meninggal karena kegemukan daripada kelaparan.
Artinya, masalah kelebihan berat badan kini menjadi salah satu penyebab utama munculnya penyakit metabolik seperti diabetes.
Menurut dr. Hans, sebagian jenis obat diabetes memang dapat mengganggu pembakaran energi dalam tubuh dan bahkan memicu peningkatan nafsu makan.
Salah satu golongan obat yang memiliki efek tersebut adalah sulfonilurea, yang dikenal luas dengan nama generik seperti glimepiride, gliclazide, dan glibenclamide.
“Sebagian dari obat diabetes itu memang bisa memicu nafsu makan. Obat golongan sulfonilurea misalnya, yang belakangnya -pirit atau -klamid, bisa bikin nafsu makan bertambah dan tubuh jadi gemuk. Golongan ini bersifat anabolik, artinya membangun sel tubuh, sehingga berat badan bertambah,” jelasnya.
Selain golongan sulfonilurea, obat golongan thiazolidinedione (TZD) seperti pioglitazone juga dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
Obat ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin di dalam tubuh, namun efek sampingnya dapat memicu retensi cairan dan penambahan massa lemak.
“Ada lagi golongan tasontason, contohnya Pioglitason. Golongan ini bikin gemuk bahkan berat badan nambah,” kata dr. Hans.
Namun, dr. Hans menegaskan bahwa tidak semua obat diabetes menyebabkan kenaikan berat badan.
Ada pula golongan obat modern generasi baru yang justru dapat membantu menurunkan berat badan karena bekerja dengan cara meningkatkan pembakaran energi dan menurunkan resistensi insulin.
Beberapa obat baru yang termasuk dalam kategori ini adalah SGLT2 inhibitor dan GLP-1 agonist, yang dikenal dapat membantu pasien diabetes menjaga berat badan tetap stabil bahkan sedikit turun.
Meski begitu, penggunaannya harus disesuaikan dengan kondisi pasien oleh dokter yang merawat.
"Sekarang ada obat generasi baru yang bisa mengaktifkan kinerja insulin, membakar lemak, dan menurunkan berat badan. Jadi obat-obat golongan baru bisa membuat berat badan tidak bertambah,” terang dr. Hans.
Sementara itu, insulin suntik.yang sering digunakan pada penderita diabetes stadium lanjut umumnya juga bisa menyebabkan kenaikan berat badan, meskipun tidak semua jenis insulin memiliki efek serupa.
"Insulin suntikan biasanya menggemukkan badan, kecuali beberapa golongan tertentu yang tidak terlalu mempengaruhi berat badan. Tapi bukan berarti bikin kurus, hanya beratnya tetap stabil,” jelasnya.
dr. Hans menegaskan bahwa pengaturan obat untuk penderita diabetes harus disesuaikan secara cermat dengan kondisi tubuh pasien.
Dokter biasanya akan mempertimbangkan faktor berat badan, kadar gula darah, dan riwayat medis sebelum menentukan jenis obat yang tepat.
“Kalau pasiennya datang dalam keadaan kurus, saya kasih obat golongan ini. Tapi kalau sudah gemuk, saya pilih obat golongan lain yang tidak bikin berat badan naik. Jadi obat diabetes macam-macam, harus cermat kita pilih,” tegas dr. Hans.
Ia juga menyoroti kendala yang sering dihadapi pasien, yaitu keterbatasan pilihan obat dalam program asuransi atau layanan kesehatan, yang membuat dokter sulit mengganti jenis obat sesuai kebutuhan pasien.
“Kadang yang jadi masalah, obat yang disediakan dalam program asuransi terbatas, jadi mau tidak mau pakai yang itu. Akhirnya pasien tambah gemuk,” ujarnya. (adk)