- tvOne
Punya Burung? Sekolahkan di Sini
Sleman, DIY - Sekolah ternyata tidak hanya dilakukan oleh manusia. Di Sleman Yogyakarta ada sekolah yang seluruh siswanya adalah burung. UTJ Murai Boarding School namanya. Sekolah khusus burung murai batu satu-satunya di Yogyakarta ini dirikan seorang mahasiswa bernama Saleh (23).
Hampir setiap pagi, Saleh dibantu empat karyawannya sibuk merawat burung yang sedang hits di kalangan penghobi kicau mania ini. Mulai dari memberi makan, menjemur, memandikan, hingga melatih agar burung berkicau. Saleh bercerita, ide awalnya membuka sekolah burung murai tercetus tiga tahun lalu.
"Ide awalnya dari dulu saya suka burung, suka memelihara dan menangkarkan, lalu tahun 2018 mulai coba-coba membuka sekolah burung di Jogja," ucapnya Jumat (10/9).
Sekolah burung murai ini menerima siswa mulai usia 2 hingga 8 bulan, untuk disiapkan mengikuti lomba. Mereka dididik dengan perawatan kesehatan dan pola makan yang bagus agar menjadi juara.
"Merawat dari jam 8 pagi sampai 4 sore, dididik menjadi atlet sang juara. Keinginan mereka burungnya bisa bunyi gacor atau berkicau, percuma kita punya burung kalau gak berkicau," lanjutnya.
Tak hanya lokal Yogyakarta, siswa sekolah burung murai juga berasal dari berbagai kota di pulau Jawa, Sumatera hingga Kalimantan. Bahkan ada juga yang pemiliknya dari Korea dan Taiwan, namun dititipkan di sekolah ini.
Layaknya sekolah pada manusia, pendidikan di sekolah burung murai ini juga memakai sistem semester. Biayanya antara Rp500 ribu hingga Rp800 ribu. "Lulusan disini juga mendapat sertifikat legalitas dari BnR Indonesia," imbuhnya.
Selama masa pandemi Covid-19, bisnis sekolah burung murai bahkan tetap jaya. Omzet dan siswa yang ikut sekolah juga meningkat hingga 60 persen.
"Peningkatan 60 persen, sebelumnya 30 sampai 60 siswa, tapi setelah pandemi malah melonjak jadi 180 siswa per semester. Alasannya mereka pengen punya burung bagus tapi gak ada waktu untuk merawat, jadi menitipkan disini," pungkasnya.
Sekolah burung murai ini menjadi hobi yang menghasilkan cuan saat pandemi Covid-19, karena langka dan belum banyak diminati. (Andri Prasetiyo/prs)