Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA

Surplus APBN 2022 Hingga Ancaman Deflasi Pada Agustus Menjadi Topik Hangat Pembicaraan Berita Ekonomi Sepekan Terakhir

Minggu, 14 Agustus 2022 - 14:37 WIB

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menunjukkan surplus pada akhir Juli 2022 yakni sebesar Rp106,1 triliun. Demikian salah satu berita ekonomi yang terangkum dalam sepekan terakhir.

Selain itu, pemerintah juga terus mengamati peluang penerapan pajak karbon. Dalam berita ekonomi sepekan ini, pemerintah menilai momen yang tepat untuk penerapan pajak karbon adalah pada akhir tahun ini.

Informasi mengenai subsidi BBM, potensi deflasi pada Agustus hingga harga minyak goreng juga menjadi sorotan dalam berita ekonomi sepekan ini.

Berikut rangkuman berita ekonomi yang banyak menarik perhatian masyarakat mulai 8 sampai 13 Agustus 2022:

1. APBN surplus Rp106,1 triliun

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menunjukkan surplus pada akhir bulan Juli 2022, yakni sebesar Rp106,1 triliun.

Dengan demikian, rasio surplus kas negara tersebut mencapai 0,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Karena pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi, APBN kita masih menghadapi surplus sampai akhir bulan Juli, bukan defisit," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam acara Tanya BKF secara daring di Jakarta, Senin.

Adapun surplus anggaran negara didapat dari pendapatan negara sebesar Rp1.551 triliun, yang lebih tinggi dari belanja negara sebanyak Rp1.444,8 triliun.

2. Subsidi BBM

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berharap PT Pertamina (Persero) mengendalikan volume penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi agar postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap terjaga.

"Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul," ujar Menkeu Sri Mulyani di depan awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani mengatakan peningkatan volume penyaluran BBM dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp502 triliun pada tahun ini.

"Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua," ujar Sri Mulyani.

Pertamina mencatat penyaluran BBM jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl). Dengan itu, kuota BBM bersubsidi hanya tersisa 6,2 juta kl dari kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kl pada tahun ini.

3. Harga minyak goreng rata-rata Rp14.000

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim harga rata-rata minyak goreng curah kemasan sederhana saat ini sudah berada pada angka Rp14.000 per liter di seluruh Indonesia.
 
Pernyataan itu dia sampaikan saat memimpin kegiatan pengiriman minyak goreng kemasan sederhana ke wilayah timur Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara, Kamis.
 
"Alhamdulillah rata-rata nasional sudah Rp14.000 per liter. Di Jawa dan Bali minyak curah atau kemasan sederhana rata-rata Rp13.000 per liter. Sedangkan, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi sebagian harganya Rp14.000, bahkan ada yang Rp13.500 per liter," kata Zulkifli.
 
Ia mengungkapkan harga minyak goreng kemasan sederhana yang kini masih terbilang tinggi hanya ada di wilayah timur Indonesia, yakni Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua dengan harga berkisar Rp17.000 sampai Rp19.000 per liter.
 
Menurutnya, ongkos logistik yang mahal menjadi penyebab masih tingginya harga minyak goreng kemasan di beberapa wilayah tersebut.
 
"Oleh karena itu diperlukan bantuan intervensi. Saya terima kasih kepada Menteri Perhubungan, kita pakai jalur tol laut. Dengan (tol laut) ini, maka transportasi (minyak goreng) itu menjadi lebih ringan," ujar Zulkifli.

4. Potensi deflasi Agustus

Survei Pemantauan Harga Bank Indoensia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami deflasi sebesar 0,1 persen pada Agustus jika dibandingkan dengan bulan yang sebelumnya (month-to-month/mtm).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, mengatakan perkiraan tersebut berdasarkan perkembangan harga sampai dengan minggu kedua Agustus 2022.

Komoditas utama penyumbang deflasi Agustus 2022 sampai dengan minggu kedua yaitu bawang merah yakni dengan andil 0,14 persen (mtm), cabai merah 0,09 persen (mtm), serta cabai rawit dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,06 persen (mtm).

Kemudian daging ayam ras turut menyumbang perkiraan deflasi sebesar 0,04 persen (mtm), tarif angkutan udara 0,03 persen (mtm), tomat 0,02 persen (mtm), serta bayam dan jeruk masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).

Sementara itu ia mengungkapkan terdapat pula komoditas yang menyumbang inflasi pada periode minggu kedua Agustus 2022, yaitu Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) sebesar 0,08 persen (mtm), rokok kretek filter 0,03 persen (mtm), serta air kemasan dan beras masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).

5. Penerapan pajak karbon

Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adi Budiarso mengaku terus mengamati momen yang tepat untuk penerapan pajak karbon pada akhir tahun ini.

"Kami terus memantau kondisi ekonomi global dan domestik untuk melihat momen yang tepat," ungkap Adi dalam CGS-CIMB 14th Annual Indonesia Conference 2022 yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Selasa.

Adapun penerapan pajak karbon di Indonesia untuk sementara ditunda karena ketidakpastian ekonomi global yang sedang berlangsung. Namun, pemerintah saat ini terus merumuskan peraturan yang diperlukan untuk menerapkan pajak karbon nantinya.

Ia menjelaskan pajak karbon adalah instrumen penetapan harga karbon yang menjadi bagian dari paket kebijakan komprehensif untuk mitigasi perubahan iklim dan telah disahkan oleh Undang-Undang Harmonisasi peraturan Perpajakan (HPP) pada tahun lalu.

Pajak karbon memiliki tiga tujuan, pertama mengubah perilaku para pelaku ekonomi dari kegiatan ekonomi hijau yang tinggi karbon ke rendah karbon. Kedua, mendukung target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam jangka menengah dan panjang.

Kemudian yang ketiga adalah mendorong pengembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. (ant/ito)


 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral