- ANTARA
Pemerintahan Targetkan Peningkatan Rasio Pajak sebagai Salah Satu Agenda Reformasi Fiskal
Perkuat ekonomi
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempuh pendekatan growth-first dalam mengejar kenaikan rasio pajak. Alih-alih memperluas pungutan, ia memilih memacu pertumbuhan ekonomi agar kapasitas masyarakat membayar pajak meningkat secara alami. Purbaya menegaskan tidak akan memperkenalkan pajak baru, sebelum ekonomi mampu tumbuh di kisaran 6 persen.
Strategi itu didukung oleh pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Menurutnya, di tengah gejolak global yang diprediksi masih melanjutkan pelemahan, menciptakan pertumbuhan untuk menguatkan basis pajak menjadi langkah paling ideal.
Sementara, salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah memastikan wajib pajak benar-benar patuh membayar pajak. Tantangan ini telah mendapatkan atensi Purbaya yang berambisi mengejar penunggak pajak berkekuatan hukum atau inkrah. Per 20 November 2025, DJP telah menyerap tambahan Rp11,48 triliun dari 104 wajib pajak inkrah.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono pun menyarankan DJP untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap aset wajib pajak inkrah (asset tracing). Langkah ini guna memastikan penunggak melunasi tagihan pajaknya, sehingga misi penagihan mampu berjalan dengan optimal.
Di sisi lain, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mencatat setidaknya terdapat tiga langkah prioritas yang perlu dilakukan pemerintah: industrialisasi, formalisasi ekonomi, dan ekstensifikasi pajak.
Industrialisasi berguna untuk mendongkrak rasio pajak secara struktural melalui sumbangan manufaktur bernilai tambah kepada PPh badan dan PPN.
Menurutnya, bila industrialisasi hanya berhenti pada ekspor bahan olahan awal atau proyek-proyek yang mengandalkan insentif fiskal, tanpa peningkatan produktivitas, kontribusi ke rasio pajak akan terbatas. Sementara industrialisasi yang lebih dalam, dengan investasi yang menciptakan rantai nilai domestik, dapat menciptakan perubahan yang lebih struktural.
Sementara formalisasi ekonomi bertujuan untuk menambah basis pajak pada sistem formal. Hingga sejauh ini, sebagian besar aktivitas ekonomi Indonesia masih berlangsung di sektor informal. Selama transaksi dan usaha belum masuk ke sistem formal, menurut Yusuf, mereka tidak akan pernah tercatat dalam basis pajak.