- Istimewa
Wamen Investasi Bongkar Strategi Indonesia Bakal Jadi ‘Intermediary Country’ untuk Hadapi Tarif Trump
Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu membongkar strategi Indonesia di balik kesepakatan tarif resiprokal Indonesia-Amerika Serikat yang sempat menjadi perdebatan publik.
Wakil Menteri yang akrab dipangil Todo tersebut mengungkap bahwa tarif 19 persen yang diterima Indonesia justru menjadi keunggulan kompetitif untuk menarik investasi manufaktur besar-besaran dari negara-negara Asia.
“Strategic manufacturing ini memang dalam pola investasi itu ada beberapa negara yang memang memakai negara kita ini sebagai intermediary country,” ungkap Todo.
Todo menjelaskan bahwa tarif 19 persen yang diterima Indonesia sebenarnya jauh lebih kompetitif dibandingkan negara-negara tetangga. China yang selama ini menjadi basis manufaktur dunia kini dikenakan tarif hingga 55 persen untuk ekspor ke Amerika Serikat.
Sementara itu, negara-negara ASEAN lainnya juga mendapat tarif yang lebih tinggi seperti Vietnam dan Filipina yang dikenakan tarif 20 persen, begitu juga dengan Malaysia dan Thailand yang mendapat tarif serupa.
“Misalnya kalau China dia direct kirim ke Amerika. Dari dia punya manufaktur yang ada di China, direct kirim ke Amerika. Itu kenanya 55 persen. Maka akan ada potensi. Dan ini sudah ada beberapa yang terjadi. Dia memindahkan manufakturnya ke Indonesia,” papar Todo menjelaskan konsep intermediary country.
Strategi intermediary country ini bukan sekadar wacana. Todo mengungkap bahwa sudah ada pergerakan nyata dari perusahaan-perusahaan besar yang berencana memindahkan manufakturnya ke Indonesia.
Sudah ada sekitar 3-4 vendor yang memiliki keinginan serius untuk pindah setelah melihat kesuksesan pabrik Airtag Apple yang akan melakukan launching bulan depan. Perusahaan-perusahaan ini menyadari bahwa Indonesia memberikan insentif dan kemudahan-kemudahan yang menarik bagi investor.
Wamen Investasi menekankan bahwa perpindahan manufaktur ini akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.
Meskipun raw material kemungkinan masih didatangkan dari negara asal, Indonesia tetap mendapat keuntungan besar dari segi penerimaan PPh, penyerapan tenaga kerja lokal, pergerakan penjualan material konstruksi, serta biaya operasional seperti listrik dan air.
Hal ini akan memperkuat ekosistem ekonomi Indonesia dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara keseluruhan.