- tvOnenews
Aturan Co-Payment Asuransi Kesehatan Komersial Bikin Ribut, DPR Desak OJK Tak Tunda Dulu
“Sebenarnya (SEOJK) mengatur berbagai hal ini. Tapi, bila dari Komisi XI DPR maksudnya adalah ekosistem tadi bisa efektif berjalan dan ada langkah-langkah mengundang pihak terkait dan bagian dari ekosistem, kami dapat memahami dan menyetujui,” ujar Mahendra.
Ia menambahkan, kebijakan ini mendesak untuk diterapkan, mengingat Indonesia tengah memasuki masa transisi demografi menuju masyarakat lansia (aging society), di mana jumlah pengguna layanan kesehatan terus meningkat, sementara jumlah penanggung justru menyusut.
“Jadi, makin lama kita menyelesaikan persoalan ini, makin besar semacam bom waktunya, sampai kita tidak punya kendali lagi. Jadi kita perlu betul-betul memanfaatkan waktu yang sempit tadi sehingga ekosistemnya kita perkuat betul,” tutur dia.
Sebagai informasi, OJK menjelaskan bahwa skema co-payment dirancang untuk menekan biaya medis yang terus meningkat agar tidak menimbulkan tekanan terhadap perekonomian.
Kebijakan ini juga diharapkan mampu menekan harga premi agar tetap terjangkau bagi masyarakat.
Dalam skema tersebut, peserta asuransi akan menanggung minimal 10% dari total biaya klaim, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Namun, OJK menetapkan batas maksimal nilai tanggungan, yakni Rp300 ribu untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.
Aturan ini direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2026, sementara untuk polis yang sudah berjalan, OJK memberi masa penyesuaian hingga 31 Desember 2026. (ant/rpi)