news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ilustrasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS.
Sumber :
  • ANTARA

Dolar AS Menguat, Pasar Uang Global Waspadai Respons Iran Usai Serangan Nuklir

Dolar AS menguat tipis di tengah ketegangan baru di Timur Tengah. Pasar menanti respons Iran atas serangan AS terhadap situs nuklirnya.
Senin, 23 Juni 2025 - 15:07 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com – Dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada perdagangan Senin (23/6) seiring meningkatnya kekhawatiran global pascaserangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran. 

Meskipun pergerakannya masih terbatas, lonjakan permintaan terhadap aset-aset aman (safe haven) mencerminkan kehati-hatian investor dalam menghadapi potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.

Ketegangan memuncak setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS telah “menghancurkan” situs nuklir utama Iran dalam serangan udara yang dilakukan bersama Israel akhir pekan lalu. 

Iran menyebut Trump sebagai “penjudi” dan bersumpah akan membalas. Sebagai respons, parlemen Iran mengesahkan usulan untuk menutup Selat Hormuz — jalur penting yang dilalui hampir seperempat dari total pasokan minyak dunia.

Mata Uang Safe Haven Menguat, Rupiah dan Peso Melemah

Di pasar mata uang, dolar AS menunjukkan penguatan terhadap mayoritas mata uang utama dunia:

  • Euro turun 0,33% menjadi $1,1484

  • Poundsterling turun 0,26% ke $1,3416

  • Dolar Australia, yang sensitif terhadap risiko, melemah 0,67% ke posisi $0,6408 — terendah dalam satu bulan

  • Dolar Selandia Baru juga turun 0,68% ke $0,5926

  • Yen Jepang melemah 0,52% terhadap dolar ke level 146,81 — tertinggi dalam sebulan

Indeks Dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, naik tipis 0,12% ke 99,037.

Dampak juga terasa di pasar negara berkembang, di mana mata uang seperti rupiah Indonesia, ringgit Malaysia, dan peso Filipina ikut tertekan oleh ketidakpastian geopolitik dan menguatnya dolar.

Pasar Masih "Wait and See", Tapi Risiko Meningkat

Analis Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, menyebut pasar sedang dalam "mode tunggu dan lihat" sambil mencermati langkah lanjutan dari Iran, AS, dan Israel. Ia menekankan bahwa risiko lebih condong pada penguatan mata uang safe haven jika konflik terus memburuk.

“Pasar mata uang akan sangat sensitif terhadap komentar dan tindakan dari pemerintah Iran, Israel, dan AS,” ujarnya.

Sementara itu, analis Bank of America menilai bahwa USD/JPY bisa menjadi lindung nilai (hedge) terhadap eskalasi konflik, terutama karena Jepang sangat bergantung pada impor minyak dari Timur Tengah — lebih dari 90% kebutuhan minyaknya berasal dari kawasan itu.

Sebaliknya, AS kini menjadi negara mandiri secara energi, sehingga dampak langsung terhadap ekonominya lebih terkendali.

Pasar Saham dan Minyak Bereaksi, Kripto Volatil

Konflik juga mendorong lonjakan harga minyak mentah. Brent sempat menyentuh $81,40 per barel, level tertinggi dalam lima bulan, meski akhirnya terkoreksi. WTI juga naik signifikan. Sementara itu, bursa saham global melemah, dan pasar kripto tetap volatil:

  • Bitcoin naik 1,75% pada perdagangan Senin pagi setelah sempat turun 4% pada hari Minggu

  • Ether (ETH) naik 2,3% setelah sebelumnya anjlok 9%

Penutupan Selat Hormuz Jadi Ancaman Nyata

Meskipun belum ada tindakan langsung dari Iran, persetujuan parlemen untuk menutup Selat Hormuz telah menjadi sinyal serius bagi pasar global. Charu Chanana, kepala strategi investasi Saxo, menyebut pasar saat ini masih memperlakukan serangan AS sebagai insiden terbatas, bukan awal dari perang regional yang luas.

Namun demikian, menurut analis Sugandha Sachdeva, bila konflik semakin meluas, harga minyak bisa menembus $100 bahkan $120 per barel, karena potensi gangguan besar di jalur distribusi global. Goldman Sachs memperkirakan bahwa jika pengapalan minyak di Selat Hormuz terganggu hingga setengahnya selama satu bulan, Brent bisa menembus $110 per barel.

Kondisi geopolitik yang tidak menentu saat ini telah mendorong investor beralih ke mata uang aman seperti dolar dan yen. Namun, pasar tampaknya masih menanti perkembangan lebih lanjut dari Iran. Apakah respons militer Iran akan memicu perang besar atau tetap terbatas, menjadi faktor penentu arah pasar ke depan. (reu/nsp)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral