- tvOnenews
Dipalak Lagi! OJK Bikin Geram Netizen karena Peserta Asuransi Kesehatan Tetap Wajib Bayar saat Berobat, Warganet: Cekik Saja Terus
Jakarta, tvOnenews.com - Surat Edaran baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait klaim asuransi kesehatan mendapatkan reaksi keras dari banyak pihak, khususnya netizen.
Pasalnya, OJK melalui Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025 menetapkan bahwa pemegang polis atau nasabah harus membayar minimal 10 persen dari total klaim yang diajukan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Dalam aturan pembagian risiko atau co-payment tersebut, OJK juga menetapkan batas maksimal yang dibebankan kepada peserta asuransi adalah Rp300 ribu per klaim untuk layanan rawat jalan, dan Rp3 juta per klaim untuk layanan rawat inap.
Sontak aturan tersebut langsung mendapatkan banyak reaksi dari warganet. Berbagai komentar cadas terlontar di berbagai kolom-kolom komentar media sosial.
Misalnya saja di X (dulu Twitter), banyak yang menyatakan ketidaksetujuan hingga melontarkan cacian terhadap OJK selaku regulator.
"Sudah capek-capek kerja buat bayar asuransi swasta karna asuransi negara belum menjamin, eh, pas diklaim malah dipalak lagi," cuit pemilik akun @addsomecash saat mengomentari berita OJK.
Bahkan, aturan yang akan mulai diberlakukan tahun depan itu disebut sebagai bentuk konspirasi OJK dengan pihak swasta, dalam hal ini jasa asuransi.
"Sudah jelas ini ada konspirasi antara asosiasi dengan OJK. Masa kontrak yang brsifat privat antara warga dengan prinsipal/asuransinya pake diatur-atur segala???" ujar @Legislator75.
Tak hanya itu, kebijakan co-payment ini juga dinilai akan semakin menyulitkan kelas menengah.
"Cekik saja terus bos kelas menengahnya, bayar asuransi masih harus nanggung lagi biaya klaim. Jadi gunanya asuransi? Apaan kalo masih nanggung juga???" ujar pengguna akun @Rchkm.
Beberapa warganet yang lain juga menghardik dan mencacimaki apa yang diteken OJK mengenai asuransi kesehatan ini.
"Lama-lama pemerintah kayak tukang parkir, pas kita datang dia nggak ada, pas kita pulang dia malak kudu bayar. Udahlah kita sakit, bayar premi asuransi, bayar tetek bengek perjalanan ke rumah sakit juga, masih dipalak lagi modelan 'pajak' kayak gini. Nggak bisa banget lihat orang tentram hidupnya," ujar @alwaysmanifestd.
Dasar OJK Terbitkan SE
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa aturan baru ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 36 Tahun 2024 yang merevisi POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah.
"Amanat POJK nomor 36 tahun 2024 untuk mengatur lebih lanjut kriteria perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dapat menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan," kata Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2025, Selasa (3/6/2025).
OJK berdalih, aturan ini adalah sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola industri asuransi kesehatan.
Ogi menyebut, OJK ingin memastikan adanya pembagian risiko antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi.
Selain itu, perusahaan asuransi juga tetap dapat memberlakukan batas maksimum yang lebih tinggi, selama terdapat kesepakatan tertulis antara perusahaan dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Kebijakan co-payment ini hanya diterapkan pada produk asuransi kesehatan yang menggunakan prinsip indemnity atau penggantian kerugian, serta produk dengan skema managed care atau pelayanan kesehatan terkelola.
Sebagai informasi, produk asuransi indemnity memberikan penggantian dana sesuai nilai kerugian yang diderita nasabah, tanpa melebihi atau kurang dari total kerugian.
Sementara itu, asuransi managed care merupakan sistem yang mengintegrasikan pembiayaan dan layanan kesehatan melalui mekanisme rujukan berjenjang dan jaringan provider yang dikurasi, demi mengendalikan biaya dan menjamin mutu pelayanan.
Lebih lanjut, dalam aturan tersebut, OJK juga menegaskan bahwa pembagian risiko (co-payment) sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk Produk Asuransi Mikro.
Pasalnya, produk asuransi mikro ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan karakteristik sederhana, mudah diakses, murah, dan proses klaim yang cepat, guna melindungi risiko keuangan akibat kecelakaan, sakit, atau kematian.
Ketentuan sistem co-payment ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026 mendatang.
Melihat reaksi masyarakat, kebijakan ini perlu dikaji lagi karena dinilai tidak berpihak pada pemegang polis, tertanggung, peserta atau nasabah yang sudah membayar rutin.
Disclaimer: Redaksi telah menyesuaikan kalimat atau komentar netizen/warganet yang dikutip dengan bahasa yang lebih baku tanpa singkatan dan tak mencantumkan kata-kata kasar yang ada. (rpi)