- AMMN
Rugi Rp2,3 Triliun, Amman Mineral (AMMN) Bukukan Nol Penjualan sepanjang Kuartal Pertama 2025, Ini Penyebabnya
Jakarta, tvOnenews.com - PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mencatat kerugian besar pada kuartal pertama 2025.
Perusahaan merugi hingga US$138 juta atau setara Rp2,3 triliun (asumsi kurs saat ini) akibat tidak adanya penjualan selama tiga bulan pertama tahun ini.
Kerugian ini terjadi saat perusahaan tengah memasuki masa transisi operasional. Salah satu faktor utama adalah belum optimalnya kegiatan produksi dan pemasaran selama fase awal pengoperasian smelter dan penambangan fase baru.
Dalam laporan keuangan interim, perusahaan hanya membukukan penjualan sebesar US$2 juta yang berasal dari penyesuaian nilai pasar (mark-to-market) atas pengiriman konsentrat pada kuartal IV-2024 dan ada penjualan aktual yang tercatat sepanjang Januari hingga Maret 2025.
"Tidak ada volume penjualan tercatat pada Q1 2025, karena AMMAN mengambil pendekatan yang hati-hati dan mengutamakan keselamatan dalam komisioning smelter," demikian pernyataan dalam Ikhtisar Kinerja Kuartal I 2025, yang dirilis Rabu (30/4/2025).
Presiden Direktur AMMN, Alexander Ramlie, menjelaskan bahwa tahun ini merupakan periode peralihan penting bagi perusahaan.
AMMN mulai melakukan aktivitas penambangan di Fase 8, yang biasanya diawali dengan pengolahan bijih berkadar rendah di area terluar tambang.
"Secara paralel, kami juga telah beralih ke penambangan Fase 8, yang biasanya dimulai dengan bijih berkadar rendah pada lingkaran luar tambang kami. Hal ini bukan sesuatu yang mengejutkan karena merupakan bagian dari rencana kami, dan saat ini kami berada di tempat yang kami harapkan," ujarnya dalam keterangan resmi.
Ramlie menambahkan bahwa pada akhir Maret 2025, perusahaan berhasil memproduksi katoda tembaga pertamanya dari fasilitas smelter, dengan volume awal sebesar 635 ton.
Namun, fasilitas pengolahan tersebut masih dalam tahap stabilisasi dan kalibrasi untuk bisa mencapai performa produksi yang konsisten dan maksimal.
Selama proses ini berlangsung, AMMN juga tengah menjalin komunikasi dengan pemerintah agar diberikan izin untuk melakukan ekspor katoda tembaga dan konsentrat secara bersamaan. Hal ini dianggap penting guna menjaga kestabilan arus kas perusahaan.
Direktur Keuangan AMMN, Arief Sidarto, mengatakan kinerja kuartal pertama 2025 memang mencerminkan kondisi awal dari masa transisi yang sedang dijalani perseroan.
Saat ini, fokus kegiatan tambang masih berada di area lingkar luar Fase 8, yang ditandai dengan kadar bijih yang lebih rendah.
"Kami telah mengantisipasi produksi tembaga dan emas yang lebih rendah karena pemrosesan stockpiles dan bijih berkadar rendah. Kami tidak mencatat penjualan pada kuartal ini karena katoda tembaga pertama dari smelter baru diproduksi pada akhir Maret," ungkap Arief.
Data operasional menunjukkan penurunan tajam produksi pada kuartal ini, dengan produksi tembaga turun 62 persen menjadi 37 juta pon, emas anjlok 81 persen menjadi 32.340 ons, sementara produksi konsentrat merosot 55 persen menjadi 79.741 metrik ton kering.
Kondisi ini berdampak langsung pada kinerja keuangan AMMN. Perusahaan mencatat EBITDA negatif sebesar US$42 juta dan rugi bersih mencapai US$138 juta.
“”Hasil kinerja ini telah diantisipasi, dan kami telah mengambil langkah proaktif untuk mengelola transisi tersebut. Selama setahun terakhir, kami telah mempertahankan disiplin biaya yang ketat, dan menerapkan langkah-langkah efisiensi serta penghematan di seluruh bisnis untuk memastikan ketangguhan selama periode transisi ini," tutur Arief.
Kendati menghadapi tekanan keuangan yang cukup berat di awal tahun, manajemen AMMN menyatakan tetap percaya diri terhadap prospek jangka panjang perusahaan.
Dengan smelter yang segera mencapai stabilitas dan rencana ekspor yang disiapkan, AMMN menilai transisi ini akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan berkelanjutan nantinya. (rpi)