- viva.co.id
Asal Muasal Keterlibatan Ketua PN Jaksel yang Diduga Terima Suap Rp60 Miliar untuk Bebaskan Terdakwa Korporasi Kasus Mafia Minyak Goreng
Jakarta, tvOnenews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap dan menahan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam putusan lepas (onslag) perkara korupsi pemberian fasilitan ekspor minyak mentah (crude palm oil/CPO), alias mafia minyak goreng. Sosok Ketua PN Jaksel ini ditetapkan sebagai tersangka.
Dugaan suap dan gratifikasi itu melibatkan perusahaan besar. Uang suap juga diduga mengalir ke majelis hakim hingga panitera muda.
Terdapat tiga hakim yang ditunjuk, yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom dan Djuyamto. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dengan dugaan menerima aliran suap.
- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Selaim mereka Kejagung juga menetapkan Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka.
Lalu ada juga panitera muda Pengadilan negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan serta Marcella Santoso dan Ariyanto yang merupakan pengajara dari terdakwa korporasi.
Terbongkarnya suap itu diungkapkan Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.
Lantas bagaimana asal muasal atau kronologi keterlibatan Ketua PN Jaksel hingga ikut menyeret majelis hakim?
Mulanya, pengungkapan kasus ini berawal dari Muhammad Arif Nuryata yang saat itu sebagai wakil ketua pada PN Jakarta Pusat (Jakpus) yang menyanggupi untuk memutus terdakwa korporasi diputus onslag alias bebas.
Penyanggupan itu disampaikan Muhammad Arif Nuryata kepada seorang panitera muda yang dipesankan oleh seorang pengacara yang memegang kasus kliennya terkait ekspor minyak mentah (crude palm oil/CPO), alias mafia minyak goreng.
- Istimewa
Panitera muda itu adalah Wahyu Gunawan, sementara pengacara adalah Ariyanto Bakri.
Menyusul setelah menyanggupi, Muhammad Arif Nuryata meminta imbalan Rp60 miliar dengan dalih menebar Rp20 miliar per satu orang hakim yang menangani perkara.
"Muhammad Arif Nuryata menyetujui permintaan untuk diputus onslag. Namun meminta Rp20 miliar dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar," ucap Abdul Qohar, Senin (14/4/2025).
Setelah uang diterima, Abdul Qohar menyebut Muhammad Arif Nuryata langsung menunjuk tiga orang hakim untuk menangani perkara.
Tiga hakim tersebut yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom dan Djuyamto, sebagaimana yang sudah disebutkan di awal.
Djuyamto sebagai hakim ketua, dan dua lain sebagai hakim anggota.
Aliran uang ke majelis hakim terjadi dua kali
Setelah majelis hakim ditunjuk, kemudian Muhammad Arif Nuryata memanggil Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin untuk membaca berkas perkara sembari menyerahkan uang dolar senilai Rp4,5 miliar. Uang tersebut kemudian dibagi tiga untuk hakim-hakim yang terlibat.
"Muhammad Arif Nuryata memberikan uang dolar yang bila dikurskan senilai Rp4,5 miliar, dimana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk membaca berkas perkara, dan menyampaikan agar perkara diatensi," ucap Qohar.
Lalu, Qohar menyebut apa proses pengaliran uang suap tahap dua kepada tiga hakim.
Aliran kedua, masih diberi dalam bentuk dolar yang bila dikurskan senilai Rp18 miliar.
"Muhammad Arif Nuryata menyerahkan kembali uang dolar senilai Rp18 miliar yang kemudian kembali dibagi tiga," jelas dia.
Dengan itu, putusan onslag atau lepas itu pun terwujud.
Terdakwa korporasi kasus mafia minyak goreng itu divonis lepas pada 19 Maret 2025.
(vsf)