news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Sumber :
  • Abdul Gani Siregar/tvOnenews.com

Bahlil akan Tambah Impor Minyak dan LPG dari Amerika, Bentuk Nego Tarif Trump: Semua Ada Cara untuk Menghitung

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap mengenai peluang tambahan impor minyak dan LPG dari AS sebagai bentuk negosiasi tarif Trump.
Rabu, 9 April 2025 - 14:52 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com – Pemerintah Indonesia tengah menimbang rencana peningkatan impor minyak mentah dan LPG dari Amerika Serikat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pembahasan mengenai peluang penambahan impor tersebut masih dalam tahap kajian.

Langkah ini akan menjadi bagian dari upaya strategis untuk mengoreksi ketimpangan neraca perdagangan kedua negara.

Inisiatif tersebut juga menyusul kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia.

“Ini yang sedang kami kaji untuk kemudian dijadikan salah satu komoditas yang kita beli dari Amerika Serikat,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Rencana ini, kata Bahlil, merupakan bagian dari upaya untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Saat ini, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS tercatat surplus sebesar 14 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp237 triliun hingga Rp253 triliun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Menindaklanjuti kondisi tersebut, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kementerian ESDM untuk mengidentifikasi produk-produk energi yang berpotensi dibeli dari AS guna memperkecil kesenjangan itu.

Langkah ini juga menjadi respons atas kebijakan Amerika Serikat yang baru-baru ini menetapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk dari Indonesia.

Tarif itu mulai diberlakukan secara bertahap sejak 5 April 2025 dan efektif penuh pada 9 April 2025.

Bahlil menyebutkan bahwa selama ini, sekitar 54 persen dari total kebutuhan impor LPG nasional berasal dari Amerika Serikat.

Selain itu, Indonesia juga telah mengimpor minyak dalam jumlah besar dari negara tersebut.

Pemerintah pun saat ini masih mengkaji aspek keekonomian dari rencana penambahan volume impor migas asal AS, termasuk perbandingan harga dengan negara pemasok lain.

“Logikanya, seharusnya lebih mahal (impor dari AS) karena transportasinya. Tapi, buktinya harga LPG dari Amerika Serikat sama dengan dari Timur Tengah. Jadi, saya pikir semua ada cara untuk menghitung,” kata dia.

Meski ada rencana alih impor ke Amerika Serikat, Bahlil memastikan pemerintah tidak akan menghentikan pasokan migas dari negara lain seperti Singapura, Afrika, atau Timur Tengah.

“Tidak disetop, volumenya yang mungkin dikurangi,” ujar dia.

Dengan demikian, peningkatan impor dari Amerika Serikat tidak menambah total impor migas, melainkan mengalihkan sebagian volume dari negara lain ke AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya juga menegaskan bahwa kebijakan alih impor ini tidak akan berdampak pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menanggapi kemungkinan perluasan jenis energi yang diimpor dari AS, Bahlil menepis wacana pengadaan LNG dari negara tersebut. Ia menegaskan bahwa fokus pemerintah saat ini masih terbatas pada minyak dan LPG.

“Komoditas lainnya di sektor ESDM itu belum kami hitung karena belum ada kebutuhan juga. Jadi, soal (rencana impor) LNG, saya ngomongnya (impor) LPG aja,” kata Bahlil.

Sebagai informasi, Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada 2 April 2025. Tarif ini diberlakukan secara bertahap, dimulai dari 10 persen untuk seluruh negara sejak 5 April 2025, dan dilanjutkan dengan tarif khusus bagi negara tertentu termasuk Indonesia sebesar 32 persen mulai 9 April 2025 pukul 00.01 EDT (11.01 WIB).

Selain Indonesia, negara-negara ASEAN lain juga terdampak kebijakan ini dengan besaran tarif berbeda, antara lain Filipina (17%), Singapura (10%), Malaysia (24%), Kamboja (49%), Thailand (36%), dan Vietnam (46%). (ant/rpi)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

05:05
01:59
02:45
02:14
01:33
04:47

Viral