- Freepik
Minyak Dunia Paling Murah Dalam 4 Tahun, Tapi Harga BBM di Indonesia Nggak Mau Ngalah!
Jakarta, tvOnenews.com - Harga minyak dunia jatuh ke titik terendah dalam lebih dari empat tahun pada perdagangan Rabu pagi. Penyebab utamanya: perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang makin panas.
Sentimen pasar semakin negatif karena Presiden AS Donald Trump resmi memberlakukan tarif 104% untuk impor dari China, ditambah keputusan OPEC+ menaikkan produksi minyak.
Melansir dari Reuters, minyak mentah Brent anjlok hingga ke bawah USD 61 per barel, memperpanjang penurunan selama lima sesi berturut-turut. Sejak 2 April, Brent telah kehilangan lebih dari 19% dari nilainya.
Tambahan tarif ini dikenakan setelah China dianggap gagal mencabut tarif balasan terhadap produk AS. China, sebagai importir minyak terbesar dunia, menolak tunduk dan menyatakan siap “berjuang sampai akhir.”
BBM di Indonesia Justru Naik, Publik Bertanya-tanya
Di tengah jatuhnya harga minyak dunia, masyarakat Indonesia justru menghadapi kenyataan pahit: harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik. Sejumlah SPBU telah menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Kenaikan harga ini dinilai tidak selaras dengan tren global. Meski pemerintah dan pelaku industri berdalih bahwa penentuan harga BBM dipengaruhi oleh rata-rata harga minyak mentah dalam 2—3 bulan terakhir serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, masyarakat tetap mempertanyakan keterlambatan penyesuaian.
Bagi pengguna kendaraan pribadi dan pelaku usaha logistik, kenaikan harga BBM ini memberi beban tambahan. Apalagi dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, banyak warga harus mengencangkan ikat pinggang.
Kritik pun muncul dari berbagai pihak yang meminta transparansi dalam formula penetapan harga BBM. Mereka menilai, jika harga minyak dunia bisa turun drastis hingga 4% dalam semalam, seharusnya harga BBM di dalam negeri bisa lebih cepat disesuaikan ke bawah.
Permintaan Global Melemah, Pasokan Meningkat
Pasar minyak tertekan oleh kekhawatiran akan resesi global akibat tarif AS. Di saat yang sama, OPEC+ memutuskan menambah produksi 411.000 barel per hari mulai Mei. Ini berisiko menyebabkan kelebihan pasokan dan menekan harga lebih jauh.
Bank investasi Goldman Sachs memperkirakan harga Brent bisa turun ke USD 62 pada Desember 2025 dan ke USD 55 pada Desember 2026. Jenis minyak Rusia, ESPO Blend, bahkan sudah jatuh di bawah batas harga USD 60 per barel yang ditetapkan negara-negara Barat.