- Antara
IBC Tawarkan 4 Jurus Hadapi Tarif Balasan AS, Perlu Renegosiasi untuk Selamatkan Ekspor RI
Jakarta, tvOnenews.com – Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan baru usai Amerika Serikat menetapkan tarif dagang balasan yang ditetapkan Presiden Donald Trump.
Merespons hal tersebut, Indonesian Business Council (IBC) mendukung penuh langkah cepat pemerintah.
IBC juga ikut menyodorkan solusi strategis agar ekspor nasional tetap kuat di tengah tekanan global.
Sebagaimana diketahui, Donald Trump telah mengumumkan daftar negara yang akan dikenai tarif resiprokal atas produk yang masuk ke AS.
Indonesia masuk dalam daftar dan dikenai tarif sebesar 32% atas barang yang diekspor ke AS. Kebijakan ini memberi tekanan berat bagi ekspor nasional, terutama karena AS menyumbang ekspor senilai US$8,7 miliar sepanjang 2024.
CEO IBC Sofyan Djalil mengusulkan langkah-langkah langkah yang mencakup upaya mitigasi untuk menjaga dampak kebijakan tarif terhadap kinerja perekonomian dan perdagangan nasional.
"Kami juga meminta pemerintah untuk melakukan renegosiasi tarif dan memperluas perjanjian dagang (FTA) dengan negara dan kawasan mitra baru,” kata Sofyan Djalil dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (4/4/2025).
IBC mengajukan empat strategi utama yang bisa diambil pemerintah untuk meredam dampak kebijakan tarif Trump.
Pertama, pemerintah dianjurkan menjaga kestabilan ekonomi makro sambil memberi dukungan untuk industri terdampak, termasuk UMKM yang menjadi bagian dari rantai ekspor.
Ini bisa dilakukan lewat kebijakan yang mendukung, regulasi yang pasti, dan reformasi birokrasi agar iklim usaha makin ramah. Tujuannya adalah tak lain agar produktivitas naik dan daya saing ekspor tetap terjaga.
Kedua, IBC menyarankan pemerintah membuka ruang renegosiasi dengan pemerintah AS, sekaligus mengevaluasi ulang perjanjian dagang yang sudah ada.
Tujuannya supaya tarif baru bisa lebih adil dan seimbang, serta menjaga relasi dagang tetap sehat. Lewat diplomasi aktif, peluang penguatan kerja sama pun bisa diperluas.
Ketiga, IBC mendorong pemerintah ikut mendorong kerja sama di level ASEAN. Lewat pendekatan multilateral ini, Indonesia bisa membantu menciptakan sistem perdagangan internasional yang lebih setara dan saling menguntungkan.
Mengingat posisi ASEAN sebagai mitra penting AS, diplomasi regional dinilai lebih efektif ketimbang kebijakan sepihak.
Keempat, IBC meminta pemerintah memperluas jaringan perjanjian dagang bilateral maupun multilateral, sekaligus mempercepat finalisasi FTA yang tengah dibahas.
Dengan begitu, Indonesia punya akses pasar baru yang lebih luas dan tidak hanya bergantung pada pasar tradisional.
Ketua Dewan Pengawas IBC, Arsjad Rasjid, menekankan bahwa kondisi saat ini justru bisa jadi momentum untuk memperkuat posisi Indonesia.
“Kami melihat tantangan ini sebagai peluang untuk mempercepat reformasi struktural, mendorong diversifikasi pasar ekspor, serta mengembangkan industri bernilai tambah. Kemudahan berusaha juga perlu terus ditingkatkan agar Indonesia lebih kompetitif secara global,” ujarnya.
- Istimewa
Pemerintah mewaspadai potensi efek domino dari tarif balasan AS yang bisa memperkeruh hubungan dagang internasional.
Menurut Kementerian Perdagangan, Amerika adalah negara penyumbang surplus perdagangan nonmigas terbesar bagi Indonesia tahun lalu.
Dari total surplus US$31,04 miliar pada 2024, sebesar US$16,08 miliar berasal dari perdagangan dengan AS.
Produk andalan RI ke AS mencakup garmen, alat listrik, alas kaki, hingga minyak nabati.
Dengan tensi perdagangan global yang kembali memanas, sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha menjadi krusial.
Langkah antisipatif dan strategi jangka panjang mutlak diperlukan agar Indonesia tak hanya bertahan, tapi juga makin kuat dalam peta perdagangan global. (rpi)