- Antara Foto
Indeks PMI Manufaktur di Januari 2025 Naik, Kemenperin Bilang Sebenarnya Industri Bisa Naik Lebih Tinggi Jika…
Jakarta, tvonenews.com - Aktivitas industri manufaktur kembali menunjukkan tren positif di awal tahun 2025. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut positif berlanjutnya pemulihan industri seperti yang terlihat dari naiknya angka Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia.
Dalam laporan yang dirilis oleh S&P Global, angka PMI manufaktur Indonesia untuk bulan Januari 2025 berada pada level 51,9, atau naik 0,7 poin dari capaian bulan sebelumnya di angka 51,2. (Angka PMI di atas level 50,0 menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur dalam tahap ekspansi).
“Alhamdulillah, artinya para pelaku industri kita semangat dalam memasuki tahun 2025 ini. Dengan kepercayaan yang tinggi dari para pelaku industri untuk terus menjalankan usahanya, kami juga optimistis bahwa perekonomian nasional dapat ikut tumbuh positif,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Dia menyebut, geliat industri manufaktur tersebut ditandai dengan meningkatnya pembelian bahan baku untuk dapat memenuhi lonjakan permintaan pasar pada bulan-bulan berikutnya. Saat ini produktivitas terlihat solid, yang diharapkan dapat memasok kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Dari laporan S&P Global, dengan tingginya aktivitas produksi ini, sejumlah perusahaan memutuskan untuk melakukan perekrutan pada bulan Januari, menambahkan jumlah tenaga kerja mereka selama dua bulan berjalan.
“Ini (PMI) membuktikan bahwa apabila aktivitas industri bergeliat, akan membawa dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru atau job creation,” tutur Febri.
Relaksasi Impor
Meski industri manufaktur kembali menggeliat, Kemenperin menilai PMI manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi, jika kebijakan relaksasi impor produk jadi dicabut. Selain itu, juga perlu kebijakan-kebijakan yang strategis dan pro-bisnis agar para pelaku industri manufaktur di Indonesia semakin berkinerja gemilang.
“Jadi, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen, perlu adanya kebijakan dan stimulus yang dapat merangsang para pelaku industri kita untuk lebih bergeliat dalam menjalankan usahanya,” jelas Febri.
Beberapa kebijakan tersebut, antara lain perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu HGBT, penguatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN), evaluasi relaksasi kebijakan impor, serta pemberian insentif fiskal dan nonfiskal bagi industri.
Dia menyebut berbagai tersebut akan menjaga kebutuhan bahan baku, peningkatan investasi dan ekspor, mendongkrak daya saing sektor industri, hingga mengoptimalkan produk lokal di pasar domestik.
“Para pelaku industri penerima HGBT, banyak yang mengapresiasi kebijakan Bapak Presiden Prabowo terkait perpanjangan program HGBT. Sementara itu, realisasi pencabutan kebijakan relaksasi impor masih ditunggu para pelaku industri,” tegas Jubir Kemenperin.
Di samping itu, Kemenperin konsisten untuk terus menjalankan kebijakan hilirisasi industri. Hal ini sesuai dengan salah satu misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya pada butir kelima, yaitu melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
Adapun kinerja positif yang telah dicatat oleh industri manufaktur sepanjang tahun 2024, yaitu capaian nilai ekspor industri pengolahan nonmigas sebesar 196,54 miliar dolar AS atau memberikan andil 74,25 persen dari total nilai ekspor nasional yang mencapai 264,70 miliar dolar AS . Selain menjadi kontributor terbesar, nilai ekspor industri manufaktur pada tahun lalu naik 5,33 persen dibandingkan tahun 2023.
Berikutnya, realisasi investasi industri manufaktur sepanjang tahun 2024 menembus Rp721,3 triliun atau memberikan kontribusi 42,1 persen terhadap total realisasi investasi di Indonesia sebesar Rp1.714,2 triliun. Sumbangsih investasi manufaktur tahun 2024 juga menjadi yang tertinggi daripada sektor lainnya, dan naik drastis dibanding realisasi tahun 2023 yang mencapai Rp596,3 triliun. (hsb)