- TINS
PT Timah Rugikan Negara Rp26 Triliun karena Tak Pernah Menambang dan Beli Hasil Tambang Ilegal sejak 2015, Kerugian Lingkungan Tetap Rp271,07 Triliun
Jakarta, tvOnenews.com - PT Timah Tbk. (TINS) resmi dinyatakan merugikan negara hingga Rp26 triliun pada kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan selama tahun 2015-2022.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Sukartono, menyatakan bahwa PT Timah ternyata sudah tidak melakukan aktivitas penambangan lagi sejak tahun 2015.
"Sejak tahun 2015, PT Timah tidak lagi melakukan penambangan di wilayah penambangan darat, namun menampung bijih timah hasil penambangan ilegal 5 smelter dan afiliasi dalam wilayah IUP PT Timah," ucap Sukartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Padahal, kelima smelter dan afiliasi mengetahui bahwa penambangan di wilayah IUP PT Timah, alias di luar IUP masing-masing perusahaan adalah ilegal.
"Tidak diperbolehkan, namun PT Timah Tbk menyepakati untuk membeli timah hasil penambangan ilegal tersebut," kata Sukartono.
Kesepakatan ity diwujudkan lewat pembuatan dan pelaksanaan program kerja sama mitra pertambangan agar dapat membeli bijih timah dari penambang ilegal.
Berdasarkan sepengetahuan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016–2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, kata Sukartono, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017–2020 Alwin Albar telah mencatatkan kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen, yang dikirimkan oleh smelter swasta.
"Seolah-olah legal, resmi, sebagai produksi dari program sisa hasil penambangan PT Timah," kata dia.
Sukartono mengatakan, PT Timah melakukan rekayasa program pengamanan aset cadangan bijih timah dan kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang dikirimkan oleh perseorangan maupun smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa serta PT Tinindo Internusa ke PT Timah sejak tahun 2017–2018.
"Itu adalah rekayasa PT Timah untuk memenuhi realisasi RKAB PT Timah dengan cara melegalisir penambangan maupun pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di IUP PT Timah yang pembayarannya didasarkan tonase timah," ujarnya.
Rekayasa tersebut mengakibatkan terjadinya pengeluaran PT Timah yang tidak seharusnya, yaitu sebesar Rp5.153.498.451.086 (Rp5 triliun).
Lebih lanjut, Sukartono juga mengatakan bahwa program kemitraan jasa pertambangan antara PT Timah dengan mitra jasa pertambangan pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) sejak 2015-2022 yang melegalkan penambangan maupun pembelian bijih timah dari penambangan ilegal mengakibatkan pengeluaran PT Timah Tbk yang tidak seharusnya sebesar Rp 10.387.091.224.913 (Rp10,3 triliun).