Ilustrasi - Kemenkop UKM menganggap penggabungan TikTok-Tokopedia sampai saat ini belum menguntungkan UMKM lokal..
Sumber :
  • Ist

Selain PHK, Merger TikTok dan Tokopedia Juga Dianggap Tak Untungkan Pemerintah dan UMKM Lokal: 74% Jualannya Barang Impor

Rabu, 7 Agustus 2024 - 09:40 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Penggabungan TikTok dan Tokopedia rupanya dianggap tidak memberikan keuntungan bagi UMKM di Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh dominasi produk impor yang dijual di platform e-commerce TikTok Shop dan Tokopedia.

Meskipun telah berjalan selama beberapa bulan, dampak merger TikTok-Tokopedia terhadap produk lokal masih minim.

Wientor Rah Mada selaku Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM atau Smesco Indonesia, menyatakan bahwa akuisisi Tokopedia oleh TikTok hanya menguntungkan para pemegang saham.

Menurutnya, penggabungan ini lebih menguntungkan investor daripada pelaku UMKM.

Terjadi perubahan signifikan dalam struktur kepemilikan Tokopedia. Platform media sosial asal Tiongkok, TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance, telah mengakuisisi sebagian besar saham Tokopedia. Kini, TikTok menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan sebesar 75,01%.

"Apakah negara ini mendapatkan keuntungan (dengan merger tersebut)? Tidak. Apakah UMKM mendapatkan keuntungan? Cuma ada satu program yang sampai saat ini berjalan, yaitu program Beli Lokal, tetapi isinya ada yang bukan produk lokal,” ucap Wientor dalam diskusi media di Jakarta, dikutip Rabu (7/8/2024).

Akuisisi ini justru berdampak negatif pada tenaga kerja lokal, dengan sekitar 450 karyawan Tokopedia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Pada kesempatan yang sama, Fiki Satari, Staf Khusus Menteri bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM, menyatakan bahwa sebelum diakuisisi oleh TikTok, Tokopedia adalah platform e-commerce domestik terbaik yang aktif mempromosikan produk lokal.

Namun, setelah merger, fokus Tokopedia bergeser, ditandai dengan maraknya praktik penjualan dengan harga yang sangat rendah (predatory pricing) dan peningkatan jumlah produk impor.

Fiki menambahkan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 seharusnya mewajibkan platform e-commerce untuk mencantumkan nomor impor resmi pada produk impor yang dijual.

Namun, banyak penjual yang tidak mematuhi aturan ini dan mencari cara untuk mengakali sistem.

"Ini menjadi PR Kami berharap ke depan harus ada komite khusus yang memang dibuat sehingga publik bisa melaporkan apabila ada satu platform yang ketahuan tidak mengikuti aturan tersebut bisa diberikan sanksi,” tuturnya.

Kemenkop UKM mencatat, hingga Desember 2023, sekitar 25 juta pelaku UMKM telah hadir di platform e-commerce.

Namun, data dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) pada 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM di e-commerce adalah reseller yang menjual produk impor, terutama barang habis pakai atau consumer goods.

Sebanyak 74% barang yang dijual di e-commerce merupakan barang impor.

Melihat kondisi ini, pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan keberpihakan kepada produk lokal dan memberikan perlindungan kepada UMKM dari dominasi produk impor. (rpi)
 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:33
07:01
06:26
01:11
02:39
02:22
Viral