- tim tvone - lucas didit
Ribuan Warga Tercatat Alami Gangguan Kejiwaan di Masa Pandemi
Gunung Kidul, DIY - Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul mendeteksi ada ribuan orang yang mengalami gangguan jiwa selama masa pandemi Covid-19. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, ada sekitar 1.644 orang yang saat ini mengalami masalah kesehatan mental.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Dewi Irawaty, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab gangguan mental. Selain masalah pribadi, kondisi sosial juga sangat memengaruhi orang mengalami gangguan kejiwaan.
"Faktor keluarga juga berpengaruh. Biasanya mereka tidak memiliki ruang untuk membicarakan berbagai masalah hidupnya. Jadi, masalah itu mereka pendam sendiri. Jika tidak kuat, akan berdampak fatal sampai menimbulkan masalah kejiwaan," ungkap Dewi, Rabu (22/06/2022).
Masalah kesehatan jiwa, lanjut Dewi, dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yakni ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan kualifikasi tersebut, pihaknya masih mengalami kesulitan untuk melakukan pengobatan karena jumlah orang yang melakukan konsultasi masih sangat sedikit.
"Masalahnya adalah kesadaran masyarakat untuk berkonsultasi itu masih kurang. Jadi, mereka menganggap bahwa masalah kesehatan mental bisa ditangani sendiri," imbuhnya.
Oleh karena itu, agar layanan kesehatan bisa terjangkau hingga ke seluruh wilayah di Gunung Kidul, selain memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di tiap puskesmas, pihaknya juga menjalin kerjasama dengan lembaga rehabilitasi swasta.
Dewi pun memberikan tips untuk meminimalisasi gangguan jiwa. Ia meminta kepada masyarakat untuk mengenali diri sendiri, di antaranya dengan sikap terbuka dan tidak menutup diri ketika menghadapi suatu masalah.
Terpisah, Project Manajer Kesehatan Jiwa Masyarakat, Pusat Rehabilitasi Yayasan Yakkum, Siswaningtiyas mengatakan, stigma buruk bagi penyintas Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) akan menghambat masa pemulihan.
"Yang menjadi pekerjaan rumah adalah stigma dari masyarakat dan lingkungan. Rasa diterima oleh keluarga ini sangat penting. Dengan mengajak penyintas untuk berkomunikasi, bisa menjadi salah satu cara agar mereka bisa merasa kembali diterima," kata Siswaningtiyas. (Ldhp/Ard)