news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

H (hodie putih no 2 dari kanan) didampingi keluarganya (kemeja merah no 1 dari kanan) saat bertemu dengan Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan (no 3 dari kanan) beserta jajarannya, Senin (17/11/2025)..
Sumber :
  • Tim TvOne - Sri Cahyani Putri

Cerita Warga Kulon Progo Jadi Korban TPPO di Kamboja: Dipaksa Jadi Operator Scam Judol, Disiksa hingga 10 Kali Setrum

Selama berbulan-bulan, warga Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta dipaksa bekerja sebagai operator judi online (judol) hingga mendapatkan kekerasan fisik.
Selasa, 18 November 2025 - 06:26 WIB
Reporter:
Editor :

Kulon Progo, tvOnenews.com - Raut wajah warga Kabupaten berinisial H (23) tampak masih menyimpan trauma sepulang dari Kamboja. Di negara Angkor Wat tersebut, dia menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 

 

Selama berbulan-bulan, warga Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta ini dipaksa bekerja sebagai operator judi online (judol) hingga mendapatkan kekerasan fisik.

 

Ia kemudian menceritakan awal mula nasib tragis yang dialaminya ini. Kejadian bermula pada Juli 2024. Kala itu, dirinya melaporkan diri akan pergi ke Taiwan lewat Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Surabaya. Namun, keinginannya kandas setelah gagal saat tes keberangkatan ke Taiwan.

 

Saat itu, dia ditawari pekerjaan sebagai operator mesin di Thailand oleh seorang oknum yang menjanjikan bisa bekerja di luar negeri. Pada akhir Agustus 2024, korban menerima tawaran tersebut dengan biaya Rp 25 juta bersama sembilan orang lainnya. 

 

Memasuki September 2024, korban mulai berangkat namun tujuannya ke Malaysia karena menggunakan visa turis atau pelancong. Dari Malaysia, perjalanan dilanjutkan menggunakan pesawat terbang menuju ke Kamboja bukan Thailand.

 

"Prosesnya tidak sampai seminggu langsung dibelikan tiket. Dari Cengkareng ke Bandara Soekarno Hatta, transit enam jam di Malaysia sebelum dikirim ke Kamboja," kata Herlambang, Senin (17/11/2025).

 

Setibanya di Kamboja, lanjutnya, korban sudah dijemput oleh para pelaku TPPO. Selama di sana, korban dipaksa bekerja sebagai operator scam judol kurang lebih setahun. Bahkan, ia mengaku dapat perlakuan tidak manusiawi hingga hukuman fisik.

 

"Kalau salah, kami dipukul dan disetrum dua hingga sepuluh kali. Penjagaan ketat dan CCTV di mana-mana membuat kami takut. Tidak ada ruang untuk kabur,” terangnya. 

 

Pada 17 Oktober 2025 lalu, kesempatan melarikan diri dari perusahaan scammer muncul bersama sepuluh rekannya dengan membawa uang terbatas. Keesokan harinya, tepatnya 18 Oktober 2025, mereka melaporkan diri ke KBRI Phnom Penh untuk dibantu pemulangan ke Indonesia. 

 

"Mereka berhasil kabur saat dipindahkan ke gedung baru yang punya akses menuju sungai hingga akhirnya bisa menuju KBRI dan dipulangkan ke Indonesia," ungkap Herlambang.

 

Sebelum pulang, ia mengaku membuat dokumen yang diperlukan seperti Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) karena paspor yang bersangkutan hilang saat ditahan oleh perusahaan. SPLP akhirnya keluar pada 28 Oktober 2025. Selain SPLP, juga ada pengurusan exit visa di imigrasi dan tiket kepulangan secara mandiri yang akhirnya keluar dengan tenggang waktu 5 November 2025.

 

Dikarenakan keadaan keluarga yang tidak mampu, ia berinisiatif memohon bantuan melalui Pemerintah Kalurahan (Pemkal) Sindutan. Kemudian, informasi tersebut diteruskan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo yang bergerak cepat melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Kamboja. 

 

Berdasarkan hasil rapat koordinasi, biaya pemulangan yang mencakup konsumsi, tempat tinggal, tiket maupun dokumen-dokumen ditanggung oleh Pemkal Sindutan.

 

"Untuk biaya operasional pemulangan, kami ambilkan dari APBKal bidang penanggulangan bencana, darurat dan mendesak desa serta bantuan kemanusiaan dari Kabupaten Kulon Progo," kata R Sumarwanto, Lurah Sindutan.

 

Sementara itu, Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan mengungkap bahwa data dari kedutaan menunjukkan situasi yang cukup memprihatinkan. 

 

“Ada 300 WNI yang menjadi korban human trafficking dan operator scam judol di Asia Tenggara, khususnya Kamboja,” ungkap Agung.

 

Disebutkannya, pemulangan korban TPPO relatif lebih mudah karena hanya memerlukan exit permit. Namun, untuk pekerja yang terjebak sebagai operator judol, penanganannya jauh lebih rumit. 

 

“Beberapa TKI tersangkut persoalan menyelewengkan uang perusahaan, sehingga proses mediasi kepulangannya menjadi lebih kompleks,” jelasnya.

 

Akan tetapi, Agung bersyukur atas kepulangan H yang kini bisa berkumpul kembali dengan keluarga.

 

Pemkab Kulon Progo menegaskan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat, lembaga terkait, dan perwakilan RI di luar negeri untuk memastikan perlindungan maksimal bagi warga yang bekerja di luar negeri. Serta berkomitmen meningkatkan edukasi masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

 

Bukan hanya itu, Pemkab kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak tergiur tawaran kerja luar negeri yang menawarkan gaji besar, proses cepat, dan biaya murah.

 

"Saya harap masyarakat waspada. Jangan sampai terjebak iming-iming yang akhirnya membawa pada praktik perdagangan manusia,” tegas Agung. (scp/dan)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

16:39
05:06
00:56
02:33
00:57
00:57

Viral