news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Suasana siswa SDN CBS 12 Pagi Jakarta Timur menyantap menu makan bergizi gratis (MBG), Jumat (26/9)..
Sumber :
  • tvOnenews.com/Rika Pangesti

Pakar Hukum Tata Negara UMY Sebut UU MBG Punya Legitimasi Lebih Kuat, Ketimbang Perpres dan Inpres

Pemerintah disebut-sebut segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur soal program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kamis, 2 Oktober 2025 - 20:12 WIB
Reporter:
Editor :

Yogyakarta, tvOnenews.com - Pemerintah disebut-sebut segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur soal program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Regulasi tersebut akan menjadi pedoman teknis sekaligus memperjelas pembagian peran antar kementerian, lembaga hingga pemerintah daerah dalam menjalankan proogram unggulan Presiden Prabowo Subianto ini.

Namun demikian, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), King Faisal Sulaiman berpikir sebaliknya. Dia menyebut, Undang-Undang (UU) MBG memberikan legitimasi lebih kuat sekaligus menjawab berbagai persoalan tata kelola yang selama ini masih lemah.

“Program ini sejatinya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama pelajar. Karena itu, sangat penting jika diatur melalui undang-undang agar keberlanjutannya terjamin. Kalau hanya berbasis Perpres, jelas terlalu lemah. UU akan memberikan kepastian hukum, baik dari sisi kewenangan maupun pembiayaan,” ujar King dalam keterangan resminya, Kamis (2/10/2025).

Menurutnya, kehadiran UU MBG akan membawa implikasi penting dalam pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah.

Selama ini, banyak aturan yang kabur, terutama terkait mekanisme pendanaan dan tanggung jawab daerah. Akibatnya, pemerintah daerah sering kali hanya dimintai pertanggungjawaban saat terjadi masalah, padahal landasan hukumnya tidak jelas.

“Misalnya soal alokasi anggaran, jangan hanya dibebankan pada APBN. Perlu ada porsi dari APBD agar pembagian tanggung jawab lebih proporsional,” jelasnya.

Ia menegaskan, sejumlah kasus keracunan MBG belakangan terakhir ini menjadi sinyal perlunya evaluasi menyeluruh. Tanpa dasar hukum yang kuat, sistem pengawasan akan sulit ditegakkan, terutama terkait keterlibatan pihak swasta yang menjadi mitra pelaksana program.

Ditambah, aspek substansial harus diperhatikan agar UU MBG tidak sekadar normatif. Beberapa poin penting yang harus masuk antara lain tata kelola, mekanisme pengawasan, alokasi anggaran, hingga keterlibatan masyarakat.

“Undang-undang ini jangan hanya normatif. Harus jelas soal tata kelola, siapa mengawasi siapa, bagaimana mekanisme anggarannya, dan bagaimana masyarakat bisa ikut serta. Partisipasi masyarakat penting, karena selain memperkuat pengawasan, juga bisa membuka lapangan kerja baru. Jadi dampaknya bukan hanya pada gizi, tapi juga ekonomi,” ungkapnya.

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral