- tim tvone - wawan sugiarto
Kisah Serma Wahyu, 3 Tahun Gendong Anak-anak Sebrangi Lahar Gunung Semeru agar Bisa Sekolah
Lumajang, tvOnenews.com - Sersan Mayor (Serma) Novi Wahyu Santoso, seorang Bintara Pembina Sesa (Babinsa) Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, bisa dikatakan sebagai orang tua kedua bagi anak-anak di Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari.
Pasalnya, selama 3 tahun bertugas di Kecamatan Candipuro, Serma Wahyu rutin membantu anak-anak di Dusun Sumberlangsep untuk bisa bersekolah.
Ratusan anak di Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas memang perlu perjuangan lebih untuk bisa pergi ke sekolah.
Jika biasanya anak-anak berangkat sekolah sambil berjalan menyusuri ramainya jalan raya, bagi siswa-siswi asal Dusun Sumberlangsep, kebiasaannya berbeda yakni dengan menyebrang aliran Sungai Regoyo agar bisa sampai ke sekolah.
Sungai Regoyo adalah aliran sungai yang berada di kaki Gunung Semeru dan menjadi langganan terjangan banjir lahar dingin saat hujan turun.
Satu-satunya jalan yang bisa dilewati oleh warga di Dusum Sumberlangsep adalah jembatan limpas yang membentang di atas Sungai Regoyo sepanjang 200 meter dengan lebar jembatan hanya kurang dari 3 meter.
Jembatan limpas adalah jembatan tanpa pagar yang konstruksinya mirip dengan dam atau bendungan, letaknya tepat di aliran sungai.
Bagian bawah jembatan limpas diberi rongga untuk jalan air dan material sedangkan atasnya difungsikan untuk jalan melintas warga.
Namun, saat banjir lahar dingin menerjang, material yang dibawa derasnya air banjir dari Gunung Semeru seperti pasir dan batu selalu melintas di atas jembatan.
Sehingga, jembatan yang jadi akses satu-satunya bagi warga Sumberlangsep ini tidak bisa dilintasi.
Sebab, jika nekat melintas, resikonya sangat besar yakni jatuh ke aliran di bawah jembatan yang jaraknya lebih dari 5 meter.
Alternatifnya, warga yang hendak beraktivitas maupun anak-anak yang hendak pergi sekolah harus melintasi aliran Sungai Regoyo dengan arus yang cukup deras dan batuan yang terjal.
Meski sama-sama berbahaya, tapi resikonya lebih kecil dibanding jatuh dari jembatan limpas karena terseret arus.
Kondisi ini yang menggugah Serma Wahyu untuk selalu siaga di pinggir Sungai Regoyo bahkan sebelum matahari terbit dari ufuk timur.