- tim tvone - khumaidi
Dampak Cuaca Panas Ekstrem, Puluhan Petani Melon di Sidoarjo Gagal Panen
Sidoarjo, tvOnenews - Dampak cuaca panas, puluhan petani melon di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, mengalami gagal panen. Para petani yang biasanya mendapat hasil panen melon yang maksimal, kini mengalami kerugian cukup besar, lantaran melon yang ditanam tidak bisa berbuah besar, rata-rata melon hanya mencapai sebesar genggaman orang dewasa.
Salah satu petani desa setempat, Hardi, dampak cuaca panas ekstrem menjadi faktor penyebab para petani melon di Desa Damarsi ini gagal panen. Meskipun untuk pasokan air untuk mengairi sawah itu sendiri tidak mengalami kekurangan, lantaran para petani menggunakan pompa disel untuk mengairi sawah mereka.
"Yang menjadi faktor penyebab gagal panen ini ya cuaca yang sangat panas," ucap Hardi.
Hardi menjelaskan, akibat gagal panen ini, para petani rata-rata mengalami kerugian berkisar 10 juta hingga 12 juta rupiah. Dari modal yang digunakan, untuk sepertiga hektar sawah, para petani menggunakan modal untuk tanam sekitar 15 juta rupiah. Namun saat hasil penjualan panen, mereka hanya mendapatkan uang sekitar 1,3 juta hingga 1,5 juta rupiah.
"Setiap petani rata-rata mengalami kerugian di atas 10 juta rupiah, atau minimal sekitar 10 juta rupiah lah," terang Hardi.
Hal yang sama juga diungkapkan Musamah, seorang petani yang sudah menekuni budidaya melon puluhan tahun ini, juga mengalami kerugian pada musim panas ekstrim kali ini. Menurutnya, faktor cuaca panas ekstrem ini yang menjadi penyebab daun tumbuhan melon menjadi kering, sehingga buahnya tidak bisa menjadi besar.
"Baru tanam kali ini mas gagal panen, ya gara-gara panasnya terlalu panas," kata Musamah.
Untuk meminimalisir kerugian yang cukup besar, kata Musamah, para petani kebanyakan menjual seçara langsung hasil panen mereka kepada para konsumen. Jika biasanya hasil panen dibeli oleh tengkulak, namun para petani saat ini lebih memilih menjual langsung ke para konsumen dengan harga kisaran 2 ribu rupiah untuk per bijinya, lantaran jika dijual ke tengkulak, harganya jauh lebih murah.
"Kalau dibeli tengkulak harganya gak nutut, karena dibeli dengan harga murah. Ya lebih baik dijual sendiri," terang Musamah.
Kini para petani hanya bisa pasrah melihat hasil panen mereka gagal, dan hanya bisa berharap kepada pihak pemerintah ada bantuan modal agar mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka untuk menanam kembali pertanian mereka. (khu/hen)