- khumaidi
Sidang Kasus Dugaan Korupsi BKKD di Bojonegoro, Dua Saksi Kepala Dinas Dihadirkan
Sidoarjo, tvOnenews.com - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bojonegoro kembali menghadirkan dua saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di delapan desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro di Pengadilan Tipikor Surabaya, di Juanda Sidoarjo. Kedua saksi yakni Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bojonegoro, Machmudin dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bojonegoro, Luluk Alifah.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Hj. Halima Umaternate, Machmudin menjelaskan terkait kewenangannya dalam mengemban jabatan sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, yakni membantu pemerintah daerah dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Terutama yang berkaitan dengan pembinaan kapasitas maupun aset desa.
Lebih lanjut, Machmudin juga menjelaskan terkait program bantuan khusus keuangan desa (BKKD). Menurutnya, bantuan yang bersumber dari APBD tersebut disalurkan menjadi APBDes. Program tersebut bertujuan untuk penyediaan infrastruktur sebagai upaya pemerataan dan percepatan pembangunan desa.
"Disamping itu, juga mendukung pelaksanaan tugas pemerintah daerah di desa. Jenis-jenisnya bisa jalan desa, jembatan desa, drainase, gorong-gorong, sarpras, air bersih, lingkungan, irigasi, taman umum, jalan usaha tani, dan lain sebagainya," jelas Machmudin.
Lantas, kepada siapa BKKD diberikan? Tanya Jaksa Penuntut Umum. Menurut Machmudin, BKKD merupakan bantuan yang sifatnya khusus diberikan kepada desa atau dalam hal ini kepala fesa sebagai penanggungjawab. Mengingat, bantuan tersebut disalurkan langsung ke masing-masing rekening desa.
"Desa bisa melakukan permohonan pencairan sebagaimana petunjuk teknis. Setelah itu disampaikan ke BPKAD. Sehingga bantuan tersebut bisa disalurkan langsung ke kades. Dan (kades) itu tercatat sebagai penerimanya," tegasnya.
Machmudin menjelaskan, untuk mendapatkan program bantuan tersebut, desa lebih dulu mengajukan permohonan program kegiatan yang mana nantinya dapat dilakukan verifikasi oleh petugas teknis (yang ditunjuk Bupati). Kemudian program tersebut dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Selanjutnya, program usulan oleh desa tersebut dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) sembari menunggu KUA PPAS digedok menjadi APBD.
"Setelah itu barulah jadi APBDes. Jadi, OPD teknis harus membuat petunjuk teknis terkait pelaksanaan tersebut. Sama halnya dengan saya di bidang PMD, maka saya akan mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan BKKD di bidang pemberdayaan masyarakat," katanya.
Begitupun dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi petunjuk teknisnya adalah PU Bina Marga, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 45 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 87 tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Keuangan Khusus Desa, dan Perbup 11 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa.
"Di samping itu, OPD juga harus melakukan monitoring dan evaluasi (monev) apakah yang telah dilakukan sudah sesuai perbup," terangnya.
Lanjutnya, dalam perbup tersebut juga diatur apakah pengerjaan tersebut dilakukan secara swakelola, penunjukan langsung maupun lelang. Mengingat pada saat penyusunan RAB sudah ditetapkan apakah menggunakan swakelola ataupun lelang.
"Untuk penyedia pelaksana ada tiga, pemberian langsung nilainya sampai Rp50 juta, ada penawaran nilainya diatas Rp53-200 juta. Dan sistem lelang dimana nilainya diatas Rp200 juta," tandasnya.
Sementara, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bojonegoro, Luluk Alifah dihadapan majelis hakim menjelaskan perihal skema pencairan Bantuan Khusus Keuangan Desa (BKKD). Menurutnya bantuan tersebut dapat dicairkan manakala semua persyaratan administrasi dinyatakan lengkap.
"Jadi, usulan dari desa diajukan ke OPD teknis, kemudian diusulkan ke kami (BPKAD). Setelah semua lengkap maka bantuan bisa dicairkan," ungkap Luluk.
Menurutnya, proses pencairan tersebut dapat dilakukan sebanyak dua kali. Yakni 50 persen tahap awal, dan 50 persen di tahap kedua kepada sembilan desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Meski demikian, pihaknya mengaku tidak mengetahui betul terkait teknis pelaksanaan BKKD di lapangan.
"Ada yang sudah 100 persen, ada juga yang 50 persen realisasinya. Tidak ada LPJ. Kami hanya terima laporan nilai pagu, realisasi, dan sisa anggaran," tegasnya.
Terdakwa Bambang Soejatmiko didakwa pasal 2, subsidair pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. (khu/far)