- Tim tvOne - Abdul Rohim
Tak Mampu Bayar Pajak, Ratusan Kapal Nelayan Pati Tak Bisa Melaut
Pati, Jawa Tengah - Tingginya kenaikan pajak kapal ikan yang mencapai 150%, membuat para pemilik kapal dan ABK di Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, memilih tidak memberangkatkan kapalnya karena tak mampu membayar retribusi Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), yang telah habis masa berlakunya.
Mereka menilai tingginya pajak yang harus dibayar, tidak sebanding dengan besarnya biaya perbekalan melaut dan hasil yang didapatkan di laut.
Beberapa hari terakhir ini suasana alur sungai silugonggo di kawasan pelabuhan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, ramai dengan terparkirnya ratusan kapal nelayan jenis jaring tarik berkantong yang tidak bisa melaut.
Kapal-kapal penangkap ikan berbobot puluhan gross ton tersebut hanya terparkir di perairan sungai Silugonggo Juwana. Sejumlah nelayan terlihat memperbaiki kapal mereka untuk mengisi waktu.
Kenaikan pajak retribusi SIPI yang mencapai 150% tersebut menurut nelayan sangatlah tinggi, dan memberatkan nelayan.
“Setelah hasil rapat kami tanggal 14 Januari lalu dari KKP memerintahkan kapal kapal yang sedang melaut disuruh pulang semua harus mengurus perijinan, jadi kapal saat ini mulai menumpuk di alur sungai juwana, kapal yang sudah siap berangkat tidak berani berangkat karena SIPInya pada mati semua ijin harus diurus dulu,” ujar Heri Budianto, Ketua Paguyuban Nelayan Jaring Tarik Berkantong Juwana, Jumat (21/1/2022).
“Ini kenaikan pajaknya sekitar 150% mas. Untuk perpanjang SIPI, saat ini untuk kapal ukuran 30 sampai 60 gross ton diwajibkan membayar Rp860 ribu per gross ton. Sementara kapal ukuran 60 sampai 100 gross ton, Rp1 juta 640 ribu per gross ton, dulunya nggak segitu mas, ini nelayan yang mampu ya berangkat yang nggak mampu ya tidak berangkat, punyanya apa di rumah dijual untuk menyambung hidup” keluhnya.
Menurutnya, kenaikan pajak retribusi SIPI tersebut sangat mencekik para pemilik kapal dan nelayan. Ada ratusan kapal nelayan yang tidak bisa melaut, akibat peraturan tersebut. Jika memaksa berangkat, para nelayan (ABK) beresiko untuk ditangkap petugas saat melaut.
“Bagi kami kenaikan ini sangat berat, karena untuk perbekalan saja sekali melaut hampir tiga ratus juta. Imbasnya ABK pada nganggur, terus juga tenaga fillet ikan, buruh buruh di pelabuhan pada nganggur, pabrik es juga pada tutup nggak bisa beroperasi karena kami disini rata-rata kapal jaring tarik berkantong kan masih manual memakai es batu untuk pengawetan ikan pendinginan di kapal,” imbuhnya.
Para pemilik kapal ikan jaring tarik berkantong dan ABK (nelayan) berharap kebijakan kenaikan pajak retribusi SIPI yang mencapai 150% tersebut dapat ditinjau ulang kembali.
Selain menimbulkan banyak kesenjangan sosial bagi para nelayan (ABK), juga membuat ribuan pekerja yang menggantungkan nasibnya pada kapal kapal ikan tersebut terancam kehilangan penghasilan. (Abdul Rohim/Buz)