- Andri Prasetiyo/tvOne
Heboh! Duda Cabuli 17 Anak di Apartemen hingga Rekam Aksi Bejatnya untuk Koleksi
Sleman, tvOnenews.com - Seorang duda berinisial BM (54), warga Bantul, Yogyakarta, ditangkap polisi dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY. Ia diduga telah mencabuli sebanyak 17 anak perempuan di bawah umur.
Wadir Reskrimum Polda DIY AKBP Tri Panungko mengatakan, para korban dicabuli di sebuah apartemen di wilayah Sleman.
Adapun peristiwanya terjadi sejak pertengahan tahun lalu.
"Rentang kejadiannya antara bulan Juli 2022 sampai dengan Januari 2023. Kurang lebih estimasi sekitar 6 bulan," kata dia saat rilis kasus di Mapolda DIY, Senin (29/5/2023).
Ke-17 korban tersebut antara lain berinisial N (17), C (16), E (17), K (16), F (16), O (16), D (14), dan B (15). Kemudian ada W (17), M (16), A (13), N (17), S (14), N (16), M (15), Z (14), serta A (14).
Terungkapnya kasus ini berawal saat guru di salah satu SMK di Yogyakarta mengecek ponsel milik siswa pada 25 Januari 2023.
Saat dilakukan pengecekan pada kelas tata kecantikan, guru tersebut mendapati ponsel milik siswi N terdapat grup chat yang berisi foto telanjang salah satu korban.
Guru tersebut juga mendapati siswa (N), (K), (C), dan (E) melakukan prostitusi online.
Ketika ditanya, didapati nama yang sering bersama mereka dan biasa panggil dengan sebutan Papi alias BM.
Atas temuan ini, pihak sekolah kemudian melaporkan ke Polda DIY.
Setelah diterbitkan laporan polisi, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap N.
Dari hasil pemeriksaan, korban N merupakan orang yang pertama kali kenal dengan pelaku BM. Mereka kemudian melakukan hubungan badan di sebuah apartemen.
"Kemudian dari N ini juga mengajak teman-temannya, ada beberapa korban tersebut sampai 17 korban yang semua statusnya anak di bawah umur," terang Tri Panungko.
Dirinya menambahkan, pelaku selalu memberikan imbalan kepada korban setiap selesai melakukan hubungan badan. Jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp800 ribu.
"Bahkan ada juga yang menerima dalam bentuk dolar Singapura," ujarnya.
Untuk mengiming-imingi korban N, pelaku akan memberikan imbalan antara Rp500 ribu hingga Rp700 ribu apabila berhasil membawa teman baru kepada pelaku.
Tak hanya itu, pelaku juga selalu meminta untuk direkam dan didokumentasikan setiap melakukan hubungan badan. Tujuannya sebagai koleksi pribadi untuk kenang-kenangan.
"Sesuai dengan keterangan tersangka untuk kenang-kenangan, jadi tidak dipublikasikan keluar dan juga tidak dijual belikan baik video maupun foto-fotonya. Jadi hanya untuk koleksi pribadi tersangka, tidak ada motif ekonomi," bebernya.
Sementara terkait motif menyetubuhi anak di bawah umur, menurut Tri Panungko, karena tersangka ingin mencari sensasi.
"Dengan alasan bahwa anak-anak yang masih di bawah umur ini belum banyak yang menggunakan. Ini keterangan dari tersangka," ungkapnya.
Meski 17 korban merupakan anak-anak, pelaku sendiri bukan termasuk kategori pedofilia.
Sebab dari hasil pemeriksaan digital forensik di ponselnya, ada juga korban yang sudah berusia dewasa.
Polisi menyita sejumlah barang bukti seperti ponsel, pakaian korban, anting emas, uang 10 dolar Singapura, dan botol minuman keras.
Pelaku akan dijerat Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar," pungkasnya.
Pemkab Sleman Beri Pendampingan Psikologis pada Korban Pencabulan
Pemerintah Kabupaten Sleman memberikan pendampingan psikologis kepada anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual.
Sebanyak 17 anak usia 13-17 tahun menjadi korban persetubuhan yang dilakukan seorang duda warga Bantul berinisial BM (54).
Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengatakan, pendampingan psikologis diberikan terhadap korban yang berdomisili di Sleman.
"Dari UPTD PPA sudah memberikan pendampingan. Dan ke depan dari KPAD dan UPTD berkoordinasi dengan instansi lainnya akan melakukan tracing baik ke korban, keluarga atau pun sekolah," kata Kustini dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).
Kustini menjelaskan, terungkapnya kasus pencabulan kepada 17 anak di bawah umur tersebut harus diapresiasi.
Namun di sisi lain, ia juga prihatin dengan masih adanya kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak.
"Satu sisi kita bangga dengan keberhasilan pihak kepolisian, tapi di sisi lain kita prihatin karena masih ada kasus seperti ini dan para korbannya anak-anak di bawah umur," terangnya.
Meski demikian, pihaknya memastikan hak-hak korban sebagai anak dan pelajar akan tetap terpenuhi.
Termasuk dalam hal pendidikan di sekolah jangan sampai putus di tengah jalan.
"Kita juga akan berupaya memastikan hak-hak korban sebagai anak dan pelajar terpenuhi. Termasuk pendidikan atau sekolahnya ini, jangan sampai putus," ujarnya.
Tak lupa, Kustini juga kembali mengingatkan peran orang tua untuk aktif memantau aktivitas putra putrinya.
Termasuk mengecek isi di dalam handphone atau gadget yang dimiliki.
"Anak-anak yang kini sudah difasilitasi handphone, mohon orang tua bisa memantau juga dan berhak tau isinya apa saja. Karena mereka masih tanggung jawab kita sebagai orang tua," jelas Kustini.
Kustini menyampaikan bahwa handphone ibarat dua mata pisau.
Satu sisi sangat memudahkan siswa untuk belajar, namun memiliki dampak luar biasa.
Seperti kaitannya dengan pergaulan bebas, chat seks dan lainnya.
"Termasuk saya ingatkan lagi soal jam malam. Orang tua harus memastikan anak-anaknya berada di rumah setelah pukul 22.00 WIB malam," tegas Kustini.
Orang nomer satu di Kabupaten Sleman ini juga memastikan bahwa pemerintah melalui Satpol-PP Sleman rutin melakukan razia di sekolah.
Tujuannya untuk memastikan pelajar tidak terlibat dalam aktivitas kenakalan remaja, sekaligus kemungkinan prostitusi.
"Kami melalui Satpol-PP sebenarnya sudah rutin sambang ke sekolah. Kami razia barang-barang yang dibawa pelajar termasuk handphone. Itu sebagai langkah antisipasi kenakalan remaja sekaligus kemungkinan prostitusi di kalangan pelajar," pungkasnya. (apo/buz/muu)