Darurat Bullying, Batasi Penggunaan Medsos
Jakarta, tvOnenews.com - Kepolisian terus melakukan pendalaman terkait insiden ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta Utara. Berdasarkan hasil penggeledahan di kediaman terduga anak yang berhadapan dengan hukum, sejumlah barang bukti ditemukan dengan karakteristik yang sesuai dengan temuan di lokasi kejadian.
Namun, untuk memastikan jenis dan komposisi bahan peledak, pihak kepolisian menyatakan masih menunggu hasil uji dari Laboratorium Forensik.
Sementara itu, terduga pelaku yang merupakan siswa sekolah tersebut masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Insiden ini memicu perhatian publik karena diduga berkaitan dengan pengaruh konten digital dan permainan daring bernuansa kekerasan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai semakin mudahnya remaja mengakses konten ekstrem di media sosial tanpa pendampingan yang memadai.
Pihak sekolah dan keluarga diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan perilaku yang mencurigakan pada siswa.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, yang menjenguk korban di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, menyampaikan bahwa sebagian besar dari 96 siswa yang terluka telah menunjukan perkembangan positif.
Dua siswa masih menjalani perawatan intensif di ICU. Ia berharap kondisi para korban segera pulih dan kegiatan belajar dapat kembali berlangsung normal dalam waktu dekat, meski sementara proses belajar direncanakan dilakukan secara daring selama tiga hari.
Di sisi lain, fokus penanganan kini juga diarahkan pada pendampingan psikologis. Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa trauma tidak hanya dialami mereka yang mengalami luka fisik, tetapi juga siswa yang menyaksikan kejadian.
Pendampingan melibatkan psikolog Polri, Unit PPA DKI Jakarta, dan HIMPSI untuk menjangkau seluruh kelompok siswa, termasuk guru dan orang tua.
Kasus ini juga kembali menyoroti maraknya praktik perundungan (bullying) di sekolah yang dinilai KPAI telah mencapai situasi darurat.
Menurut Margaret, banyak korban yang tidak melapor karena tekanan dan ancaman, sehingga berpotensi mencari pelampiasan melalui konten atau komunitas digital yang keliru.
Ia menilai perlindungan ruang digital, pembatasan konten berisiko, serta penguatan komunikasi keluarga menjadi langkah krusial.
Pengamat media sosial, Enda Nasution, menambahkan bahwa media digital bersifat netral.l dapat membantu pelaporan bullying, namun juga dapat memicu paparan kekerasan jika tidak diawasi.
Ia mengingatkan perlunya literasi dan pendampingan sejak dini, bukan sekadar pembatasan akses. “Teknologi akan terus berkembang. Yang harus diperkuat adalah karakter, dialog, dan pengawasan orang tua,” ujarnya.
Insiden ini menjadi pengingat penting bahwa keamanan dan kesehatan mental remaja tidak hanya ditentukan oleh kehidupan di sekolah, tetapi juga oleh ekosistem digital yang mereka hadapi setiap hari.