- Istimewa
Olahraga, Pariwisata, dan Kedaulatan IP Indonesia
tvOnenwa.com-Ketika dunia berlari menuju industri olahraga bernilai miliaran dolar, Indonesia masih kerap berdiri di pinggir lapangan—menjadi tuan rumah, tetapi belum menjadi pemilik permainan. Kita menyelenggarakan MotoGP, F1 Powerboat, Ironman, dan berbagai ajang kelas dunia lainnya, tetapi di balik gemerlapnya, intellectual property (IP) dari semua event itu bukan milik kita. Artinya, keuntungan jangka panjang—hak siar, lisensi, royalti, dan pengaruh global—justru mengalir keluar negeri.
Kini saatnya Indonesia menciptakan dan memiliki sports event dengan IP asli bangsa sendiri. Ini bukan sekadar gagasan ekonomi kreatif, melainkan strategi kebudayaan, kebanggaan nasional, dan diplomasi global. Sebab di dunia yang kian kompetitif, bangsa yang kuat bukan hanya yang punya atlet hebat, tapi juga yang mampu menciptakan panggungnya sendiri.
Dari Mandalika ke Nusantara: Saatnya Indonesia Punya “Event” Sendiri
Kita punya segalanya: lautan, gunung, tradisi, dan semangat kompetisi rakyat yang hidup. Yang kita perlukan adalah kemauan untuk mengemasnya menjadi intellectual property yang berkelanjutan dan bernilai ekonomi tinggi.
Bayangkan Indonesia memiliki:
• Silat World Series, turnamen bela diri khas Nusantara yang bisa bersaing dengan UFC.
• Tropical Triathlon Indonesia, olahraga kebugaran yang menjual keindahan Labuan Bajo atau Likupang.
• Archipelago Open Water Challenge, ajang renang laut jarak jauh di Raja Ampat dan Morotai yang menyaingi FINA OWS Series.
• Nusantara Maritime Games, lomba perahu tradisional yang memperkuat identitas maritim kita.
• Garuda E-League, liga e-sports lokal dengan karakter Indonesia.
• Festival Olahraga Rakyat Nusantara (FORNUS), yang membawa permainan rakyat ke pentas dunia.
Inilah wajah baru sport tourism—bukan sekadar menonton, tapi merasakan semangat budaya yang hidup di setiap cabang olahraga.
Sport Tourism: Lebih dari Sekadar Event, Ini Ekosistem
Sebuah sports IP yang baik bukan hanya kompetisi, tetapi juga ekonomi. Dari satu event dapat lahir ribuan peluang: hotel penuh, UMKM bergerak, lapangan kerja tumbuh, dan destinasi wisata dikenal dunia.
Contohnya, Open Water Swimming di Raja Ampat berpotensi meningkatkan okupansi hotel hingga 85%, menciptakan lebih dari 1.000 lapangan kerja, dan mempromosikan konservasi laut. Silat World Series dapat menjadi instrumen diplomasi budaya Asia, sementara Tropical Triathlon Indonesia menegaskan Indonesia sebagai pusat eco-sport tourism dunia.
Namun, kunci keberhasilannya bukan hanya pada event-nya, tetapi pada kepemilikan IP-nya. Tanpa itu, Indonesia hanya menjadi penyelenggara, bukan pemilik nilai tambah. Dengan IP, kita bisa menjual lisensi, menarik sponsor, dan membangun sports brand nasional yang dapat diwariskan lintas generasi.
Dari Regulasi ke Aksi: Membangun Ekosistem IP Olahraga Indonesia
Untuk mewujudkan ini, Indonesia memerlukan kerangka kebijakan yang tegas dan kolaboratif.
Kemenpora, Kemenparekraf, dan Kemenkumham dapat membentuk Indonesia Sports IP Consortium—badan yang mengembangkan dan melindungi hak cipta event olahraga Indonesia.
Melalui konsorsium ini, kita bisa membangun:
• Sports IP Fund, dana khusus untuk riset, promosi, dan lisensi event.
• Digital sports platform, untuk distribusi siaran, penjualan tiket, dan interaksi penggemar.
• Program sertifikasi IP olahraga nasional, agar setiap event Indonesia terlindungi dan bernilai komersial di dunia internasional.
Jika semua ini dijalankan secara konsisten, Indonesia bisa memiliki 5–10 global sports IP dalam lima tahun ke depan—milik bangsa, dikelola profesional, dan berakar di budaya lokal.
Olahraga Sebagai Diplomasi Budaya Baru
Ketika soft power menjadi kekuatan utama abad ini, olahraga menawarkan bahasa universal yang melampaui batas politik dan ekonomi. Dari lapangan silat hingga lautan tropis, Indonesia dapat berbicara kepada dunia tentang nilai keberanian, sportivitas, dan harmoni alam yang kita junjung tinggi.
Dengan sports IP milik sendiri, kita bukan hanya menjual event, tetapi menyampaikan identitas bangsa: Indonesia yang kreatif, berdaulat, dan mendunia.
Penutup: Dari Penonton Menjadi Pemain Global
Sudah saatnya Indonesia berhenti menjadi sekadar lokasi turnamen dunia, dan mulai menjadi pencipta permainan dunia.
Dengan strategi sport tourism berbasis intellectual property, kita bisa membangun ekosistem yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan.
Olahraga bukan lagi hanya arena kompetisi, tetapi juga panggung diplomasi, ekonomi kreatif, dan kebanggaan nasional.
Dan di panggung itulah—Indonesia harus menjadi pemilik, bukan penonton.
Oleh Teguh Anantawikrama, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
.