- Istimewa
Bandung Spirit, Gaza, dan Janji yang Belum Lunas: Refleksi 70 Tahun Konferensi Asia Afrika bagi Kemerdekaan Palestina
Oleh Deni Rahman, Kaprodi KPI STAI Al-Fatah Bogor, Mahasiswa Doktoral Ilmu Dakwah UIA Jakarta
Ketika Gaza hancur di hadapan mata dunia dan hukum internasional tampak mandul, kita perlu bertanya: apakah janji solidaritas yang diikrarkan 70 tahun lalu di Bandung masih berarti hari ini?
Di tengah gempuran udara dan darat tanpa henti, lebih dari 51.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas dalam serangan membabi buta Israel sejak Oktober 2023.
Ratusan ribu lainnya mengungsi dalam kondisi putus pasokan air, makanan, dan listrik. Rumah-rumah sakit dibom, jurnalis dibungkam, dan seluruh kota berubah menjadi puing. Dunia menyebutnya "perang", tapi banyak suara menyebutnya seperti yang sebenarnya: genosida modern.
Dalam situasi global yang dipenuhi ketidakberdayaan diplomatik dan ketimpangan kekuasaan, sejarah memberi kita cermin: Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.
Saat itu, negara-negara yang baru merdeka bersatu menolak kolonialisme dan penindasan. Hari ini, cengkeraman terhadap Palestina adalah bentuk kolonialisme kontemporer.
Maka pertanyaannya sederhana namun tajam: masihkah semangat Bandung hidup di dunia yang tengah retak ini?
- Istimewa
Dasa Sila Bandung dan Janji Solidaritas Global South
Konferensi Asia Afrika (KAA) digelar pada 18–24 April 1955 di Bandung, Indonesia. Diikuti oleh 29 negara dari Asia dan Afrika, konferensi ini lahir dari luka sejarah kolonialisme yang panjang.
Dalam suasana penuh harap, para pemimpin merumuskan Dasa Sila Bandung, sepuluh prinsip untuk hubungan internasional yang berlandaskan perdamaian, non-intervensi, keadilan, dan penghormatan terhadap kedaulatan bangsa.
Salah satu isi utamanya, yaitu penentangan terhadap segala bentuk kolonialisme. Palestina adalah ujian terbesar terhadap prinsip ini.
Pada saat KAA digelar, Palestina sudah menjadi isu global. Perampasan tanah oleh rezim kolonial Israel sejak 1948 menimbulkan eksodus terbesar dalam sejarah Arab modern.
Namun hari ini, tujuh dekade kemudian, Palestina masih menanti kemerdekaannya. Wilayahnya dipreteli, rakyatnya diblokade, dan identitasnya dihapus sedikit demi sedikit.
Laporan Amnesty International (2022) dan Human Rights Watch (2021) secara tegas menyebut Israel menerapkan sistem apartheid: diskriminasi sistematis berdasarkan ras dan etnis terhadap warga Palestina. Tindakan ini bukan hanya pelanggaran HAM, tetapi termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan menurut Statuta Roma.