- tim tvonenews
Puasa Sepuluh Hari Kedua
Mufasir terkenal Abdullah Yusuf Ali mengatakan kelemahan manusia itu, sesuai dengan QS 75-20 (Surah Qiyamah): “Manusia suka tergesa-gesa dan segala yang tergesa gesa. Dengan alasan ini manusia menyandarkan imannya pada hal yang fana, yang datang dan pergi dan mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan lahan, yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”.
- ANTARA
Lalu kita pun sibuk kembali dengan baku hantam yang tidak esensial. Kita saling mencerca kembali di media sosial atau kembali sibuk menggunjing keburukan tetangga kita. Dalam konteks berbangsa, kita kembali terkuras energinya untuk pertengkaran-pertengkaran yang sesungguhnya tidak penting.
Kita ribut memperdebatkan, apakah Indonesia memasuki era kegelapan atau terang benderang. Masing-masing ngotot dengan argumennya. Kaum yang menyebut Indonesia tengah gelap gulita menyertakan sekian argumen yang seolah negeri ini sama sekali tak memiliki harapan sehingga jalan keluarnya ya hanya hijrah, meninggalkan saja untuk sementara waktu, persis ketika Nabi Muhammad meninggalkan Mekah untuk menyusun strategi baru dalam berdakwah.
Secara diametral, kaum penolaknya mencerca dengan argument bahwa tak ada yang salah dalam bernegara, Indonesia justru sedang dalam masa menyongsong masa kejayaan dengan tagline “Indonesia Emas” sambil menyebut pihak lain sebagai “tidak nasionalis”.
- Denden Ahdani/tvOne
Dalam beragama pun kita abai pada hikmah, lupa pada substansi. Kita misalnya baru saja sibuk memperdebatkan awal Ramadhan dalam sidang Isbat (dan seluruh energi ormas Islam seolah hanya soal membahas hal yang rutin seperti itu setiap tahun) dan sesaat lagi akan kembali bertengkar soal awal satu Syawal (Idul Fitri) karena masing masing kelompok hanya berpikir dalam kacamata kaumnya, jamaahnya saja.
Padahal umat Islam selalu diminta mencari hikmah atas segala sesuatu. Kita ditekankan untuk menemukan kebijakan dan pengetahuan dari peristiwa-peristiwa. Suatu ketika Ali bin Abi Thalib kepada muridnya berkata, “Hikmah itu barang berharga yang hilang dari seorang Mukmin. Karena itu di mana pun orang Mukmin menemukan hikmah, maka akan memungutnya. Ambilah hikmah itu, walaupun dari orang munafik”.