news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Rumah duka Prof Salim Said.
Sumber :
  • Istimewa

Tiada Lagi Prof Salim Said

Tiga hari sebelum wafat, Rabu (15/5) siang  saya membesuk Prof Salim Said di Ruang HCU Gedung A, RSCM, Jakarta. Saya besuk bersama rekan Marah Sakti Siregar, wartawan senior, juga alumni Majalah Tempo, seperti Prof Salim.
Senin, 20 Mei 2024 - 16:20 WIB
Reporter:
Editor :

Mantan Duta Besar RI Republik Ceko itu mengembuskan nafas terakhir Sabtu (18/5) malam pukul 19.33 WIB di RSCM. Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun (kelahiran Pare-Pare, 10 November 1943). Meninggalkan seorang istri dan tiga anak.  Amparita, putri sulungnya yang tinggal di Amerika Serikat, tampaknya tidak sempat pulang ke Tanah Air. 

"Semalam kami sudah video call," cerita Hera di rumah duka.

Saya tengah bersantap malam di rumah saat menerima pertama kali berita Salim wafat. Aktris  Jajang C Noer yang mengabarkan via WhatsApp ( WA).Makan malam saya hentikan. Tapi saya  masih tidak percaya WA itu. Saya telpon Jajang. Dia mengaku memperoleh kabar dari kemenakan Kak Hera yang mengingormasikan "live"  dari RSCM. Jajang percaya karena kemenakan  itulah yang selama ini bergantian bertugas menunggui Prof Salim selama di HCU. Konfirmasi terakhir sebelum berita duka saya sebarkan dan kemudian dikutip dan dasar pemberitaan pelbagai media, saya dapatkan dengan mengontak langsung Kak Hera.
  
"Benar. Bung, telah tiada," kata Hera. 

Sosok Lengkap 

Indonesia kembali kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Salim sosok lengkap: ilmuwan, wartawan, seniman, budayawan, pakar militer, pengamat politik.
  
Saya mengenal almarhum lebih 40 tahun lalu. Meski satu kampung - sama-sama dari Sulawesi Selatan--praktis kami baru saling mengenal setelah di Ibukota.
  
Namanya sudah sangat sohor sebagai wartawan yang disegani --salah satu pimpinan majalah Tempo -- sewaktu saya baru memulai karir jurnalistik  di Harian Angkatan Bersenjata ( HAB) di tahun 1976. Di HAB sendiri, Prof Salim  malah lebih dulu bekerja, di awal terbit tahun 1965, sebelum akhirnya ikut mendirikan Majalah Tempo bersama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri. Ketika memutuskan mundur dari Tempo, saya termasuk yang dimintai saran dan pertimbangan.

Perkenalan pertama kami di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan di Pusat Kesenian Jakarta itulah selanjutnya kami sering bertemu, berdiskusi, tepatnya berguru, urusan kesenian dan terutama film karena ia memang sudah dikenal luas sebagai kritikus film. Hampir setiap sore, pulang kantor, Salim mampir di TIM bertemu dengan seniman-seniman beken, seperti Sumandjaya, Ami Priyono, Wahyu Sihombing, Sutardji Calzoum Bachri, Ikranagara, dan banyak lagi.

Berita Terkait

1
2
3 4 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

05:05
01:59
02:45
02:14
01:33
04:47

Viral