news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Kolase Foto - Wapemred tvonenews.com Ecep S Yasa, background sketsa Karaeng Patingalong.
Sumber :
  • tim tvonenews

Membayangkan Republik

Budayawan Rendra pernah menyebut kebudayaan Jawa di “pusatnya” sebagai “kasur tua”, feodal, mandeg dan tak sesuai lagi dengan pertumbuhan pribadi dan pergaulan kreatif.
Senin, 24 Juli 2023 - 09:13 WIB
Reporter:
Editor :

Trunajaya mendatangi bekas teman seperjuangannya, Amangkurat II di Keraton Kartasura. Sebagai orang kalah, gembong pemberontak itu siap dengan hukuman. “Bunuh” ujar Amangkurat. Di sekeliling sang raja, para bupati yang sudah siap dengan senjata terhunus itu, segera merayah tubuh Trunajaya, menusuknya berkali kali dengan beberapa keris sekaligus.

Tubuhnya roboh. Darah muncrat membasahi balairung.

Belum cukup, seperti ditulis di Babad Tanah Jawi, dadanya dibelek, hatinya dicabik cabik. Setiap yang hadir menelan potongan kecil organ bangsawan Madura yang memberontak pada kekuasaan Mataram.

Amangkurat adalah cerita tentang kekuasaan despotis, mutlak dan absolut. Ia pernah memerintahkan pembunuhan secara massal 5000 sampai 6000 orang, pria, wanita maupun anak-anak di alun-alun hanya dalam waktu setengah jam.

(Sebuah lukisan menggambarkan Amangkurat II mengeksekusi Trunajaya. Sumber: Wikimedia/Wikipedia)

Raja yang cemas juga punya selera humor yang “aneh”. Jika meminta sesuatu, raja hanya berkata, tanpa menyebut pada siapa. Maka ratusan orang yang berkerumun di depannya akan bertubrukan melayani raja. Raja terkekeh.

Para bangsawan sejak pangeran hingga priyayi kecil, selalu menunggu dengan waswas sejak fajar hingga petang untuk sekedar sowan. Raja hanya keluar tiga kali dalam seminggu di Paseban. Namun bisa muncul tiba tiba tanpa pemberitahuan. Jika sedang tak beruntung, karena didapati tak ada dalam pisowanan, karir akan sial hingga nyawa melayang. 
 
Jika ada istilah post power syndrome, mungkin “penyakit” Amangkurat saat ini disebut in power syndrome, tingkah laku orang yang aneh-aneh saat berkuasa. Cirinya, jika sebelum berkuasa ia tampak “normal” namun ketika berkuasa kupingnya terasa tipis, sering marah jika dikritik, dan mempertahan kuasanya mati-matian.

Meski memiliki sejarah kekuasaan Despotik, Jawa selalu dianggap entitas paling penting dalam sejarah politik Indonesia. Ada cara pandang linear, generalisasi, stereotyping yang bertahan hingga kini bahwa ada sebuah wilayah yang dianggap lebih penting daripada daerah lain karena dianggap punya peran yang lebih besar dalam membawa masyarakat menuju kehidupan modern.

(Peta Pulau Jawa Lama. Sumber: Ancient Origins)

Berita Terkait

1
2 3 4 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral