- Rika Pangesti/tvonenews.com
Beri Catatan dalam RKUHP, Komnas HAM: Semoga DPR Dengar Masukan Kami
"Kami tetap berusaha berbicara komunikasi ya, baik secara resmi melalui masukan tertulis melalui DPR maupun kepada orang per orang anggota DPR yang bisa kita dekati dan kita yakinkan," tukasnya.
Komnas HAM Soroti Hukuman Mati
Jelang pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti pasal yang masih memasukkan hukuman mati sebagai bentuk pidana.
Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro mengungkapkan, hal itu bertentangan dengan pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut dia, masih banyak upaya untuk membuat efek penjeraan.
"RKUHP masih mencantumkan hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah tindak pidana (rancangan pasal 67 dan 98), hal ini bertentangan dengan pasal 28 (A) UUD 1945, pasal 9 UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik," kata Atnike Nova Sigiro di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022).
Dia menegaskan, bahwa hak atas hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun (non derogable right).
Meski demikian terkait pidana hukuman mati, ujar Atnike Nova Sigiro, Komnas HAM memberikan catatan kemajuan dalam RKUHP.
"Hukuman mati bukan lagi merupakan hukuman pokok, namun pidana yang bersifat khusus untuk pidana tertentu, dan memasukkan pengaturan masa percobaan 10 tahun untuk mengubah putusan hukuman mati," jelasnya.
Dia mengatakan, sesuai dengan prinsip HAM, hukuman mati harus dihapus.
"Efek penjeraan itu ada banyak cara, tetapi kita menyadari di berbagai negara upaya penghapusan hukuman mati itu menyangkut persoalan sosiologis, kultural, politik yang tidak dengan mudah bisa diputuskan," terang dia.
"Kita harus terus memperbaiki hukum pidana kita agar semakin maju dalam jaminan terhadap hak asasi manusia," pungkasnya.
RKUHP Ancam Kebebasan
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dianggap bermasalah bagi Koalisi Masyarakat Sipil.
Pasalnya, dalam RKUHP tersebut banyak memuat pasal-pasal yang merugikan dan mengkriminalisasi rakyat. Bahkan, berpotensi menjadi pasal karet.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Citra Referandum mengatakan, DPR RI seharusnya mendengar dan mempertimbangkan penolakan dari masyarakat terhadap RKUHP itu.