- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Rektor Unila Tersangka Suap, Forum Rektor Indonesia Buka Suara
Sleman, DIY - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani pada Jumat, 19 Agustus 2022. Ia diduga menerima suap dalam kasus penerimaan mahasiswa baru lewat jalur seleksi mandiri.
Rektor periode 2020-2024 itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK. Selain Karomani, KPK juga menetapkan Wakil Rektor Bidang Akademik Heryandi, dan Ketua Senat Unila, M Basri, sebagai tersangka.
Tertangkapnya pimpinan Unila itu disebut telah mencoreng dunia pendidikan tinggi di tanah air. Kasus itu juga memunculkan keprihatinan yang mendalam bagi banyak pihak, termasuk Forum Rektor Indonesia.
"Dugaan suap penerimaan mahasiswa baru, jika terbukti benar, telah mencederai rasa keadilan masyarakat dan dunia pendidikan yang secara bersama-sama dibangun untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Ketua FRI Panut Mulyono dalam siaran pers dikutip, Selasa (23/8/2022).
Meski mengaku prihatin, tapi Panut menolak upaya generalisasi yang menyebut jika penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri sarat dengan praktik korupsi. Penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri di perguruan tinggi negeri (PTN) menurutnya merupakan salah satu bentuk diskresi dari rektor.
Hal ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah tentang penerimaan mahasiswa baru. Adapun dasar hukumnya adalah Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri.
Dikatakan Panut, ada beberapa jalur penerimaan mahasiswa baru program sarjana yang dapat dilakukan oleh PTN. Pertama melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
"Seleksi ini dilakukan berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik, nonakademik, dan/atau portofolio calon mahasiswa," terangnya.
Kedua melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Hal ini dilakukan berdasarkan hasil UTBK dan dapat ditambah dengan kriteria lain sesuai dengan talenta khusus yang ditetapkan PTN yang bersangkutan.
Kemudian yang ketiga melalui seleksi lainnya. Seleksi lainnya tersebut dilakukan berdasarkan seleksi dan tata cara yang ditetapkan oleh masing-masing Pemimpin Perguruan Tinggi sesuai Pasal 3 ayat 4.
"Seleksi tersebut harus dilaksanakan secara adil, akuntabel, fleksibel, efisien, dan transparan, dan dilakukan setelah pengumuman hasil SNMPTN dan SBMPTN serta harus sudah selesai paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Penetapan hasil kelulusan SNMPTN, SBMPTN, dan seleksi lainnya merupakan kewenangan rektor sesuai Pasal 5," urai mantan rektor UGM tersebut.
Lebih lanjut Panut menjelaskan, seleksi mandiri dalam penerimaan mahasiswa baru pada PTN adalah sah dan berdasar secara hukum. Hal ini merupakan implementasi dari kebijakan tentang penerimaan mahasiswa baru melalui jalur "seleksi lainnya”.
Namun, pelaksanaan seleksi tersebut harus memperhatikan proporsi jumlah daya tampung, di mana setiap program studi pada PTN selain PTN badan hukum ditetapkan paling banyak 30%. Sedangkan untuk PTN badan hukum ditetapkan paling banyak 50% dari daya tampung seluruh program studi, sesuai Pasal 6 ayat 5 dan 6.
Penerimaan mahasiswa baru, khususnya penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri, harus dilakukan dengan mengacu pada tata kelola yang baik, akuntabel, transparan, dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat guna mencapai tujuan strategik mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Biaya pendidikan melalui jalur mandiri dimungkinkan berbeda dari jalur SNMPTN maupun SBMPTN. Namun, penerimaan dan pemanfaatan biaya tersebut harus jelas, serta transparan untuk sebesar-besarnya bagi kemajuan pendidikan, tidak untuk keuntungan pribadi, apalagi keuntungan para pimpinan PTN," tegas Panut.
Terkait adanya sumbangan lain dalam seleksi mandiri di luar uang kuliah tunggal (UKT), Panut menyebut hal itu dimaksudkan untuk pembiayaan subsidi silang dan pengembangan institusi.
Pasca kasus OTT di Unila, FRI mengeluarkan rekomendasi agar pimpinan perguruan tinggi negeri untuk mengevaluasi memperbaiki tata kelola sistem seleksi mandiri untuk menjamin rasa keadilan, akuntabilitas, dan transparansi serta menghindarkan diri dari praktik-praktik koruptif.
FRI juga mengajak para pimpinan perguruan tinggi untuk menjaga marwah perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam menjunjung tinggi etika dan integritas moral yang baik.
"FRI mendorong para pemimpin perguruan tinggi di Indonesia untuk menjaga rasa kebersamaan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional Indonesia," pungkasnya. (Apo/Buz).