- Abdul Gani Siregar
Merasa Rugi Terkait Pembayaran Upah, Pengusaha Kontra RUU KIA
Jakarta - Dalam setiap kebijakan yang dibuat tentu akan menimbulkan pro dan kontra, tak pelak Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA. Meski dirancang untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul, namun setidaknya bagi pengusaha RUU KIA ini cukup merugikan.
Dampak besar bagi dunia usaha adalah penurunan produktivitas pekerja, ada potensi perusahaan melakukan bongkar muat karyawan baru demi menambal kekosongan yang ada.
Tetapi hal itu pun belum tentu berjalan baik karena pegawai baru perlu beradaptasi dengan cara kerja serta lingkungannya.
Menurut Mundiah mewakili Ketua Bidang Perempuan, Anak, dan Sosial Partai Buruh ada dua alasan mengapa RUU KIA ini menyulitkan para pengusaha.
"Pendapat pengusaha kalau RUU KIA ini dijalankan, tentu pengusaha merasa rugi. Yang pertama tentang upah, yang kedua apabila pekerja itu keduanya berada di perusahaan yang sama atau suami bekerja di perusahaan lain, ini akan sangat membebani pengusaha," katanya dalam konferensi pers Partai Buruh bersama Serikat Buruh dan Petani, pada Kamis (30/6/2022).
Tetapi para pengusaha juga harus memikirkan bagaimana nasib serikat pekerja karena yang dibutuhkan anak ketika baru lahir dan dalam masa pertumbuhan adalah bersentuhan dan berkomunikasi dengan orangtua, terutama ibu. Hal ini akan membantu psikomotorik anak.
"Yang harus dipikirkan adalah bagaimana anak dan ibu itu bisa merasakan sentuhan, karena rasa itu yang sangat dibutuhkan oleh anak, terutama pada saat fase menyusui," jelasnya.
Seperti yang diketahui sebelumnya cuti hamil dan melahirkan hanya berlangsung selama tiga bulan saja dan bagi suami yang mendampingi sang istri diberi waktu cuti selama dua hari.
Terakit hal ini ada beberapa kasus yang mengharuskan sang ibu terpaksa berhenti bekerja karena masa menyusui anak dianggap kurang.
"Pernah terjadi pada satu setengah bulan setelah melahirkan, ada beberapa ibu yang harus berhenti bekerja karena masa menyusui dianggap kurang. Ada juga anak yang sulit beradaptasi dengan ASI formula," tuturnya.
Dalam agenda RUU KIA yang baru saja diinisiatif oleh DPR RI, untuk ibu hamil dan melahirkan diberi cuti selama enam bulan, kemudian untuk ayah atau suami yang mendampingi diberi cuti selama 40 hari.
Mundiah mengaku senang dengan langkah tepat yang dilakukan oleh DPR RI.
"Kita juga merasa sangat senang dengan adanya gagasan ayah atau suami diberikan 40 hari dalam mendampingi istri hamil dan melahirkan, sementara sebelumnya hanya diberi waktu dua hari saja," tutupnya. (gan/ree)