- Sumber - Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984
Tangis Maria Elizabeth Diatas Peti Jenazah Kapten Pierre Tendean, "Pierre, Apa yang Terjadi Denganmu?"
Dulu, saat Pierre Tendean masih ditempatkan pada medan berbahaya, menyusup ke dalam wilayah Malaysia dalam Operasi Dwikora di Kalimantan, Maria Elizabeth meminta putranya ditarik pulang dari garis depan. Ia ingin putra satu-satunya itu ditempatkan dalam zona aman dari perang.
Pierre Tendean, akhirnya ditarik pulang berkat permintaan ibunya itu dan kemudian ditempatkan dalam tugas baru, sebagai Ajudan Menhan Pangab, Jenderal Nasution.
Tapi ajal manusia siapa yang dapat menebak? Kapten Pirre Tendean, sang Ajudan ganteng yang penuh talenta itu, akhirnya gugur, justru disaat ia berada ditempat yang dekat dengan ibunya.
Baca Juga: Si Ganteng Kapten Pierre Tendean, Idola Para Wanita dan Ajudan Rebutan Tiga Jenderal
Gugurnya Sang Ajudan
Seperti yang dituturkan Masykuri dalam bukunya, pada tanggal 4 Oktober, keluarga Pierre di Semarang mendengar berita tentang gugurnya Lettu Pierre Tendean dari Siaran warta berita RRI Jakarta pukul 19.00.
Mereka ragu-ragu terhadap berita itu, karena dalam siaran itu disebutkan bahwa yang telah gugur, pertama Letnan Jenderal A. Yani, kedua Mayor Jenderal Suprapto, dan seterusnya.
Sampai yang ketujuh disebutkan Pengawal Menko Hankam, Lettu. CPM Pierre Tendean. Mereka berpikir bahwa Pierre bukan dari CPM melainkan dari Corp Zeni.
Dalam keadaan ragu-ragu itu datang telepon dari Pangdam Diponegoro, bahwa Lettu Pierre Tendean telah gugur dan akan dimakamkan besok tanggal 5 Oktober. Untuk keluarga Pierre disediakan pesawat khusus guna menghadiri pemakamannya di Jakarta.
Foto: Kakak Pierre Tendean, Mitzi dan Bonnie putranya disamping makam Piere.(Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)
Sebelumnya, pada pagi hari, 4 Oktober 1965, usai daerah Lubang Buaya direbut oleh pasukan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, dilakukan proses pengangkatan jenazah yang ditemukan terkubur dalam sebuah sumur tua.
Sumur tua itu dalamnya 12 meter dan garis tengahnya hanya lebih kurang 0,75 meter, ditimbun dengan sampah-sampah kering, batang-batang pohon pisang, daun singkong dan tanah secara berselang-seling.
Pelaksanaan teknis penggalian dilakukan oleh anggota-anggota Kesatuan Intai Para Amphibi (KJPAM) dari KKO Angkatan Laut dengan memakai alat-alat seperti tabung zat-zat asam dan lain sebagainya.