- tim tvOne
AJI Tuntut Hapus 14 Pasal Bermasalah yang Ancam Kebebasan Pers di RKUHP
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menargetkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan pada akhir Masa Persidangan V DPR Tahun Sidang 2021/2022 pada awal Juli 2022. Mendengar hal itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan responnya, AJI menganggap RKUHP memuat pasal bermasalah yang ancam kebebasan pers.
“AJI mencatat setidaknya ada 14 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers yang dibahas dalam draf RUU KUHP tahun 2019,” tulis keterangan resmi di lamannya, aji.or.id, Senin (20/6/2022).
14 pasal bermasalah itu diantaranya pasal 218, 220, 240, dan 241 tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, pasal 353 dan 354 tentang tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, dan pasal 439 tentang tindak pidana penghinaan.
Kemudian ada pula, pasal 304 tentang penodaan agama, pasal 336 tentang tindak pidana terhadap informatika dan elektronika, pasal 262, 263, dan 512 tentang penyiaran berita bohong, pasal 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, dan pasal 445 tentang pencemaran orang mati.
Selain itu, AJI juga mengungkapkan pembahasan RKUHP tidak ada transparansinya ke publik. “Sebab, publik belum mendapatkan draf RUU KUHP terbaru meski DPR dan pemerintah telah melakukan pembahasan pada akhir Mei lalu,” terang AJI.
AJI juga beranggapan, pasal-pasal yang mengancam itu membuat para jurnalis mudah untuk dipidanakan. “Antara lain mengatur soal tindakan-tindakan seperti: “menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum”,” tambahnya.
Dengan hal ini, AJI menyampaikan tiga poin sikapnya terhadap RKUHP. Adapun poin pertama memuat desakan terhadap DPR dan pemerintah untuk menghapus pasal-pasal bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.
Kemudian, poin kedua memuat desakan terhadap DPR dan pemerintah untuk transparan dalam pembahasan RKUHP dengan cara segera buka draf terbaru ke publik. Terakhir poin ketiga, yakni penguatan etika jurnalis dan penyelesaian sengketa pemberitaan menggunakan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers. (mg3/ito)