news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Gajah di Tesso Nilo.
Sumber :
  • Instagram/btn_tessonilo

Fakta Tesso Nilo: Hutan Paru-Paru Sumatra Habitat Gajah yang Kian Terancam Akibat Konflik dan Deforestasi

Hutan Tesso Nilo di Riau kini kritis. Dari 81 ribu hektar, hanya tersisa 6.500 hektar. Rumah gajah sumatra ini terancam hilang akibat konflik dan deforestasi.
Jumat, 28 November 2025 - 13:11 WIB
Reporter:
Editor :

tvOnenews.com - Konflik lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, belakangan masih menjadi sorotan di media sosial.

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus berupaya mengembalikan fungsi hutan sesuai peruntukannya, sementara ribuan warga yang sudah lama tinggal di kawasan tersebut menolak direlokasi.

Warga mengaku menggantungkan hidup pada kebun kelapa sawit yang telah mereka tanam selama bertahun-tahun.

Proses penertiban yang dilakukan aparat kerap memicu ketegangan bahkan bentrokan kecil di sejumlah wilayah dalam area taman nasional.

Konflik yang berlarut-larut ini kini menjadi sorotan publik, terlebih karena Tesso Nilo dikenal sebagai habitat alami gajah sumatra, salah satu satwa langka kebanggaan Indonesia.

Sayangnya, berbagai masalah seperti perambahan hutan, pembukaan kebun sawit ilegal, hingga praktik mafia lahan membuat kawasan Tesso Nilo kehilangan jati dirinya sebagai hutan konservasi.

Gajah di Taman Nasional Tesso Nilo.
Sumber :
  • Balai Taman Nasional Tesso Nilo

 

Padahal, kawasan ini menjadi paru-paru Sumatra dan menyimpan kekayaan hayati yang luar biasa.

Secara resmi, Kementerian Kehutanan telah menetapkan luas wilayah TNTN sebesar 81.793 hektar melalui SK Nomor 6588/Menhut-VII/KUH/2014 pada 28 Oktober 2014. Namun kini, hanya sekitar 6.500 hektar saja yang tersisa dalam kondisi hutan alami.

Selebihnya telah berubah menjadi kebun sawit, pemukiman, dan lahan pertanian yang dikuasai masyarakat atau korporasi secara ilegal.

Berikut sederet fakta penting mengenai Taman Nasional Tesso Nilo, yang disebut sebagai rumah terakhir bagi gajah sumatra dan ratusan spesies satwa lainnya:

1. Habitat Asli Flora dan Fauna Langka

TNTN merupakan habitat penting bagi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), satwa yang kini berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut daftar IUCN. Dari total luas kawasan, kini hanya tersisa sebagian kecil yang masih berfungsi alami.

Menurut Balai Taman Nasional Tesso Nilo, terdapat sekitar 60-90 ekor gajah yang masih bertahan hidup di kawasan ini.

Salah satu anak gajah bernama Domang bahkan menjadi simbol perjuangan konservasi Tesso Nilo karena sering muncul dalam unggahan media sosial resmi TNTN.

Selain gajah, Tesso Nilo juga menjadi rumah bagi harimau sumatra, tapir, rusa, kijang, dan berbagai jenis primata. Keanekaragaman ini menunjukkan bahwa TNTN merupakan salah satu benteng terakhir kehidupan liar di Pulau Sumatera.

2. Dihuni Ratusan Jenis Satwa

Aktivitas Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menertibkan kawasan Hutan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo
Sumber :
  • Antara

 

Berdasarkan data dari LIPI dan WWF Indonesia, terdapat sedikitnya 216 jenis fauna yang hidup di kawasan Tesso Nilo.

Di antaranya termasuk 23 jenis mamalia besar dan kecil, 114 jenis burung, serta puluhan jenis reptil, ikan, dan amfibi.

Namun, kondisi tersebut semakin memprihatinkan karena habitat mereka terus menyusut akibat penebangan liar dan pembukaan lahan baru.

Banyak hewan kini mulai masuk ke wilayah penduduk untuk mencari makan, yang memicu konflik antara manusia dan satwa liar.

3. Kaya Akan Ragam Flora Endemik

Tesso Nilo tidak hanya kaya fauna, tapi juga memiliki ratusan jenis flora endemik yang berperan penting bagi keseimbangan ekosistem. Beberapa pohon besar khas hutan hujan tropis seperti meranti, tembesu, jelutung, kulim, keruing, kempas, dan ramin tumbuh di sini.

Menurut penelitian Center for Biodiversity Management, kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati luar biasa: dalam area 200 meter persegi ditemukan 218 jenis tumbuhan vaskular, menjadikan Tesso Nilo salah satu hutan terkaya di dunia.

4. Penurunan Fungsi Akibat Perambahan

Meski memiliki potensi besar, fungsi TNTN kini terus menurun. Pembukaan lahan oleh manusia menyebabkan hilangnya tutupan hutan alami, mengganggu rantai makanan, serta memicu banjir dan kekeringan di sekitar wilayah Pelalawan.

Kawanan gajah yang dulunya bebas berkeliaran kini kehilangan ruang hidup. Banyak di antara mereka terjebak di lahan perkebunan atau bahkan menjadi korban konflik dengan manusia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Satgas PKH kini berupaya mengembalikan fungsi konservasi Tesso Nilo dengan menertibkan lahan, memindahkan warga ke zona non-konservasi, dan memperkuat patroli hutan.

Namun, tanpa kesadaran kolektif dari masyarakat dan dukungan seluruh pihak, hutan yang dulu dijuluki “paru-paru Sumatera” ini bisa saja tinggal nama. (adk)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

05:05
01:59
02:45
02:14
01:33
04:47

Viral