- Abdul Gani Siregar/tvOnenews.com
Jimly Sebut Komisi Reformasi Polri Kebanjiran Masukan, Ada 100 Lebih Kelompok Minta Audiensi
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Percepatan Reformasi Polri mendapat gelombang besar partisipasi publik.
Ketua tim, Jimly Asshiddiqie, mengungkap bahwa lebih dari seratus surat permohonan audiensi dan masukan masyarakat masuk hanya dalam satu bulan pertama sejak komisi dibentuk.
Hal itu ia sampaikan sebelum audiensi di Kompleks Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
Menurut Jimly, derasnya masukan publik mencerminkan kuatnya perhatian masyarakat terhadap agenda reformasi kepolisian.
“Ada kira-kira lebih dari 100 kelompok yang bersurat. Untuk audiensi, untuk memberi masukan. Banyak sekali orang yang punya kepedulian. Ini bagus untuk kita buka ruang partisipasi publik yang bermakna,” ujarnya.
Jimly menjelaskan seluruh surat yang masuk kini tengah dipetakan oleh sekretariat tim.
Masukan publik itu dipisahkan antara isu strategis jangka panjang dan persoalan operasional yang dapat segera ditindaklanjuti.
“Ada dua macam. Yang sifatnya ke depan memerlukan policy reform itu satu kelompok. Yang kedua yang operasional kasus. Kalau memang itu masuk akal dan memang baik, kita rekomendasikan kepada Kapolri langsung dikerjain,” katanya.
Ia menegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjukkan keterbukaan terhadap masukan publik serta rekomendasi tim.
“Sikapnya adaptif dan responsif, terbuka untuk menerima masukan-masukan yang bisa langsung dioperasionalkan, langsung dikerjakan saja,” ujarnya.
Jimly menuturkan proses kerja tim memasuki fase krusial. Bulan kedua akan difokuskan pada penyusunan arah kebijakan reformasi, sementara draf regulasi hingga undang-undang ditargetkan rampung pada bulan ketiga.
“Bulan kedua itu kita memilih kira-kira untuk kebijakan reformasinya seperti apa yang ujungnya nanti pasti mengubah undang-undang. Rumusan undang-undangnya nanti bulan ketiga. Akhir Januari sudah bisa kita siapkan format dan arah kebijakannya,” ucapnya.
Jimly juga merespons kritik sebagian kelompok masyarakat sipil yang meminta percepatan revisi KUHP baru.
Ia menegaskan mekanisme yang benar bukan mendesak pemerintah, melainkan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
“Kalau ada yang tidak setuju, kalau ada yang abuse, segera saja ajukan ke MK. Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani Presiden. Itu mekanismenya,” tegasnya.