- Istimewa
ASEAN dan China Siap Perbarui Perjanjian Perdagangan Bebas, Fokus pada Ekonomi Digital dan UMKM
Kuala Lumpur, tvOnenews.com — ASEAN dan China akan memperbarui perjanjian perdagangan bebas (FTA) untuk memperluas kerja sama ekonomi, termasuk di sektor ekonomi digital dan penghapusan hambatan non-tarif. Langkah ini menjadi bagian dari upaya kedua pihak menjaga relevansi hubungan dagang di tengah perubahan ekonomi global.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Abdul Aziz, menyampaikan bahwa pembaruan FTA ini akan menjadi versi ketiga atau FTA 3.0.
“China, jelas, masih menjadi mitra dagang terbesar bagi ASEAN dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Namun, perlu dicatat bahwa ASEAN kini juga menjadi mitra dagang terbesar bagi China. Jadi, ini merupakan hubungan dua arah dalam perdagangan,” ujar Tengku kepada awak media, Ahad (27/10).
Menurutnya, penting bagi ASEAN untuk terus memperbarui kesepakatan perdagangan agar tetap relevan dan selaras dengan dinamika ekonomi modern.
Versi baru FTA ini akan mencakup sektor-sektor yang sebelumnya belum banyak dibahas, seperti ekonomi digital, keberlanjutan, serta peningkatan standar dan akses pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Langkah-langkah untuk menghapus sebagian hambatan non-tarif juga sedang dipertimbangkan,” tambah Tengku. Ia mengatakan bahwa penjelasan lebih detail akan disampaikan pada Senin (28/10).
Pembaruan FTA ASEAN–China diharapkan dapat mendorong integrasi ekonomi yang lebih inklusif dan membuka peluang baru bagi pelaku usaha di kawasan, terutama UMKM yang selama ini menghadapi tantangan dalam menembus pasar ekspor.
Tengku Zafrul menegaskan bahwa perubahan yang diusulkan bukan hanya untuk memperkuat perdagangan barang, tetapi juga memperluas kerja sama di bidang layanan digital, keberlanjutan, dan investasi hijau.
“Perubahan ini bertujuan membantu perusahaan-perusahaan dari ASEAN maupun China untuk memperluas kerja sama lintas sektor,” tutupnya.
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN–China pertama kali ditandatangani pada 2002 dan telah beberapa kali diperbarui untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi regional. Versi terbaru diharapkan mampu menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi digital Asia Tenggara di masa depan. (nsp)