- istimewa - istock photo
Polisi Beberkan Fakta Baru Kasus Kematian Terapis Cantik di SPA Modern Pejaten: Korban Gunakan KTP Kerabat untuk Melamar Kerja
Jakarta, tvOnenews.com - Di balik lampu redup, aroma terapi, dan janji “relaksasi” spa modern di Jakarta, tersimpan wajah muram dari praktik eksploitasi anak yang tak terlihat oleh masyarakat.
Kasus kematian seorang terapis cantik berusia 14 tahun yang ditemukan tewas di lahan kosong kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, menjadi bukti betapa mudahnya anak di bawah umur terseret dalam pusaran industri ini dengan dalih pekerjaan halal, tapi berujung maut.
Hasil penyelidikan Polres Metro Jakarta Selatan mengungkap fakta baru yang mencengangkan.
Korban, berinisial RTA, ternyata menggunakan KTP milik kerabatnya untuk melamar kerja di sebuah tempat spa. Usut punya usut, ternyata korban masih duduk di bangku SMP.
“Hasil informasi dari Dukcapil benar, yang bersangkutan bernama RTA berusia 14 tahun. KTP yang digunakan untuk mendaftar kerja adalah milik kerabatnya,” ungkap Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Citra Ayu, Minggu (19/10/2025).
Dari hasil penyelidikan, RTA tertarik bekerja setelah melihat temannya siaran langsung di TikTok, menampilkan suasana kerja di tempat spa. Ia datang untuk wawancara dan langsung diterima, tanpa verifikasi identitas yang ketat.
“Pihak rekrutmen mengaku korban mendaftar dengan nama lain, ‘SA’, dan mereka tidak mengetahui usia sebenarnya,” jelas Citra.
Polisi kini akan memanggil dua pihak penting untuk dimintai keterangan yakni kerabat korban yang identitasnya digunakan, serta orang lapangan yang melakukan rekrutmen.
Namun di luar proses hukum, tragedi ini menyingkap wajah gelap industri spa dan kebugaran di ibu kota, yakni celah hukum dan lemahnya pengawasan yang memungkinkan anak-anak bekerja di bawah radar sistem ketenagakerjaan resmi.
Spa, yang selama ini identik dengan gaya hidup urban, justru menjadi ruang abu-abu di mana remaja putri dari keluarga sederhana mudah terjerat, tergiur iming-iming penghasilan besar dan fleksibilitas waktu.
Tidak ada mekanisme verifikasi usia. Tidak ada pengawasan ketat. Dan sering kali, pemerintah baru bergerak setelah nyawa melayang.
Kasus RTA bukanlah yang pertama. Pola serupa berulang: rekrutmen lewat media sosial, penggunaan identitas palsu, dan minimnya kontrol dari perusahaan maupun dinas terkait. (rpi/aag)